Saturday, January 3, 2009

Perkembangan Kepariwisataan di Kota Bogor, Jawa Barat.

Bogornews--- Promosi dan Pemasaran Kepariwisataan tentang objek-objek wisata di Kota Bogor tak hanya gencar dilakukan oleh brosur, City Map dan Pusat Informasi Kepariwisataan di Taman Topi saat ini. Kegiatan Kepariwisataan dalam bentuk seperti yang kita kenal dewasa ini, sudah dikenal di Indonesia sejak zaman Kolonial Belanda yaitu semasa Hindia Belanda. Walaupun yang dapat menikmatinya, baru terbatas pada orang-orang Belanda, Indo-Belanda, dan beberapa orang asing lainnya.

Denys Lombard, seorang MahaGuru dan doktor sejarah, khususnya tentang sejarah Indonesia menulis bahwa buku panduan pariwisata tertua yang pernah Ia temukan bertiti mangsa sekitar tahun 1786, artinya telah berusia 222 tahun lalu. Buku tersebut ditulis oleh seorang yang bernama Hofhout dan diperuntukkan bagi para pegawai VOC yang baru tiba di Batavia. Buku itu memuat topografi yang cermat dan menarik mengenai kota dan sekitarnya, menganjurkan tamasya ke Cipanas “Kota Air” dan kota peristirahatan yang terletak sekitar 80 KM ke Selatan, berisi peringatan agar berhati-hati terhadap penyakit tropis, dan menggambarkan secara rinci perdagangan gelap yang sangat dilarang namun tampaknya setiap orang dapat memanfaatkannya. Karya itu juga memuat sebuah daftar tata bahasa Melayu yang berguna untuk percakapan sederhana.

Selain menerima imigran dalam arti yang sebenarnya, Pulau Jawa segera pula menerima pelancong biasa yang datang berkunjung, dan dikemudian hari disebut sebagai wisatawan. Sejak 1836 Pemerintah Kolonial mengawasi masuk keluarnya semua orang asing dan mengeluarkan sebuah pas khusus bagi semua pengunjung yang datang tanpa niat untuk menetap, Comte de Beau Voir, seorang bangsawan muda Perancis yang manemani salah seorang putra Louis Philippe dipengasingan, singgah di Jawa pada tahun 1866 dan menulis sebuah cerita yang ditakdirkan mendapat sukses besar :mendapat penghargaan dari Academie Francaise dan dicetak ulang sebanyak sepuluh kali. Pena de Beauvoir yang lincah dan simpatik pasti besar peranannya dalam membuat Kepulauan Sunda dikenal di Prancis dan sedikit demi sedikit Citra Nusantara pun tersebar luaskan sebagai surga dunia yang sesungguhnya.

Di samping pemandangan alam dan cuaca, Jawa juga mempunyai modal lain yang berharga: pesona reruntuhan bangunan kuno yang menarik perhatian orang Eropa. Pada tahun 1753 J. Coyett, seorang pegawai VOC asal Skandinavia telah membawa pulang koleksi patung dari Jawa Tengah yang di pajangnya di rumahnya di Batavia. Pada awal abad ke 19, Raffles telah memanfaatkan masa tinggalnya di pulau itu untuk meneliti sejarah kuno dan menerbitkan gambar-gambar beberapa peninggalan purbakala dan karyanya The History Of Java (1817). Sejak tahun 1837 hingga 1841, H. N. Sieburgh telah menelusuri seluruh Jawa Tengah dan Timur untuk mengokalisasi dan melukis semua situs yang penting. Pada masa itu, artinya hampir 170 tahun yang lalu, berdamawisata ke Borobudur dan Prambanan sudah menjadi kebiasaan dan mereka yang lebih kuat, bahkan bersusah payah mendaki hingga ke Candi Sukuh, yang area garudanya yang besar menimbulkan hipotensis yang paling tidak masuk akal.

Pemandangan alam yang indah menggugah jiwa romantis, candi-candi terpendam dengan dengan konografi Iudianya memperkuat kepercayaan akan gagasan mempesona bahwa pernah ada Konoli Arya Kuno. Tinggal di perlukan usaha agar jalan menuju berbagai keajaiban seperti itu menjadi terbuka. Ini terlaksana menjelang tahun 1890, ketika kapal-kapal Pesia KPM (Maskapai Kapal laut milik Belanda yang dibangun tahun 1888), mulai beroperasi secara teratur dan jaringan jalan kereta api telah berkembang cukup baik.

Sebelum semua pemerintah colonial yang lain di Asia Tenggara menyadarinya, pemerintah Batavia telah menyadari semua manfaat yang dapat diperoleh dari pariwisata. Reruntuhan Angkor menjadi terkenal baru jauh hari kemudian. Semua hal yang menarik di Pulau Jawa dicatat dengan teliti, ditata dan diperkenalkan dalam paket-paket wisata berupa candi-candi Hindu-Jawa (Borobudur mulai direstorasi Tahun 1911) tetapi juga gunung-gunung api, bahkan kadang-kadang air terjun kecil biasa.

Selain Hotel-hotel yang memberi pelayanan Internasional, Pemerintah juga mendirikan sejumlah besar pasanggrahan, semacam penginapan untuk bermalam dengan nyaman. Sebuah buku panduan pariwisata tahun 1894 menyebutkan tak kurang dari seratusan pasanggrahan di Jawa Barat. Yang mengesankan adalah kedatangan di Eropa pelukis muda Raden Shaleh Syarif Bustaman yang bermukim di Belanda, Prancis dan Jerman dari tahun 1829-1852.

Perjumpaan dengan dunia Nusantara makin banyak terjadi dan makin besar, besaran dalam Pekan Raya Semesta. Ketika diselenggarakanya Pekan Raya tersebut Tahun 1889, Pemerintah Belanda juga mengirim sekelompok penari Jawa dan pada kesempatan itulah Claude Debussy (Musisi klasik dunia asal Prancis) tertarik akan irama gamelan pada Pekan Raya Kolonial Tahun 1931, Kelompok menari menjadi semakin besar jumlahnya dan sehubungan dengan peristiwa itu. TH.B.Van Lelyved menerbitkan sebuah karya yang bagus dalam Bahasa Prancis mengenai La danSe dans Le Teatre Javanais (Tari dalam Teater Jawa).

Pada peralihan abad, mentalitas manusia Barat sudah siap menerima eksotisme,tidak saja di eropa tetapi juga di amerika Serikat, di mana pada tahun 1897 Eliza Ruhamah Skidmore telah menerbitkan sebuah kisah perjalanan dengan judul yang menunjukan warnanya: Jaya The Garden Of The East dengan kulit muka bergambar wajah meyakinkan seorang Eropa yang dari geladak sebuah kapal pesiar sedang memperhatikan orang-orang melayu menyelam demi sekeping uang dan pada awal kata pengantar di temukan pernyataan : Jawa adalah Negri terindah di dunia. Dalam pada itu tahap terakhir yaitu Tahun 1930an, akan dicapai dengan masuknya Bali dalam jaringan Wisata.

Pada Tahun 1910, Gubernur Jendral A.W.F.I denburg (1909-1916) membentuk suatu organisasi yang bernama Vereeniging voor Toeristea Verkeer (VTV). Sebuah badan resmi Pemerintahan Hindia Belanda yang mengatur arus lalu lintas dan kegiatan Kepariwisataan di Hindia Belanda, juga berfungsi sebagai biro perjalanan resmi. Selain menyelenggarakan kegiatan pariwisata yang merupakan salah satu sumber keuangan organisasi tersebut, VTV juga menerbitkan informasi wisata dalam bentuk brosur maupun buku. Pada Tahun 1913 buku-buku Penuntun Wisata Tentang Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, Toraja dan Banten ditulis dalam bahasa Inggris.

Bahan-bahan informasi wisata ternyata tidak hanya diterbitkan oleh VTV saja, tetapi juga pihak-pihak lain. Tahun 1923 misalnya Kantor Informasi Wisata Garoet, menerbitkan Java Tourist Guide. Pada Tahun yang sama terbit sebuah koran Minggon yang berisi rubrik-rubrik antara lain. Jadwal kereta ekspres, ringkasan berita luar negri, berita-berita Garoet petunjuk-petunjuk wisata, hotel-hotel yang direkomendasikan kalimat-kalimat singkat yang berguna, nilai mata uang dan foto-foto.

Selain itu, sebuah organisasi kepariwisataan di Negeri Belanda bernama Vereeniging voor Vreemdelingen Verkeer (VVV), sampai sekarang masih aktif, memberikan informasi-informasi kepada para wisatawan asing mancanegara, menerbitkan sebuah majalah mingguan bergambar bernama Toerisme. Mingguan tersebut pada Tahun 1926 juga mempromosikan Hindia Belanda (Indonesia).

Di Kantor VTV dapat diperoleh bahan-bahan informasi wisata: The Mountain City on Netherland Indie, Bandoeng, Gids voor de Plantentuin in Buitenzong, Map Of Garoet and Environts. Selain di Batavia, VTV juga mempunyai cabang di tempat-tempat lain, khususnya di daerah-daerah yang banyak dikunjungi wisatawan. Masyarakat Belanda juga mendirikan organisasi atau perkumpulan kepariwisataan, misalnya Toerist Assoeiation log Magelang (1926), Bandoeng Vooruit (1926), Toerist Association Og Garoet e Java (1923). Kota Bogor dan Visit Indonesian Year 2008.

Penulis : Rachmat Iskandar
Pengamat Masalah Kebudayaan, Tinggal di Kota Depok

No comments: