Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Indonesia. Show all posts

Thursday, November 19, 2009

FLIGHT NEWS - GARUDA INDONESIA

GARUDA TAMBAH PENERBANGAN KUALA LUMPUR - JAKARTA
Written by Fachri Djurie Friday, 09 October 2009




gar11Garuda Indonesia akan menambah penerbangan Kuala Lumpur - Jakarta dari satu kali menjadi dua kali penerbangan per hari mulai 2 November 2009.

Kuala Lumpur, 8/10 (Antara/FINROLL News) - "Karena okupansi penerbangan dari Kuala Lumpur - Jakarta dan sebaliknya rata-rata sudah mencapai 70 persen maka kami perlu menambah satu penerbangan lagi," kata manajer Garuda Indonesia Kuala Lumpur, Joseph Tendean, Kamis.

Selain itu, Garuda Indonesia juga akan menawarkan rute baru Kuala Lumpur-Jakarta-Lombok mulai 2 November 2009 karena potensi wisata itu sangat besar dan prospektif, khususnya bagi turis Malaysia.

"Belakangan ini, penumpang Garuda non TKI dan warga Malaysia sendiri semakin naik. Awalnya, sebagian besar penumpang Garuda adalah WNI. Ini pertanda, Garuda semakin mampu bersaing," katanya.

Untuk rute Kuala Lumpur - Jakarta, jadwal penerbangan dari Kuala Lumpur ke Jakarta yang pertama berangkat jam 07.10 dan yang ke dua jam 12.10, sebaliknya dari Jakarta, penerbangan pertama berangkat jam 08.10 dan penerbangan ke-2 jam 20.10.

"Kami membuat jadwal penerbangan ini untuk menambah pangsa pasar bisnis dan wisata. Bagi pebisnis Malaysia bisa pergi ke Jakarta pada pagi hari dan kembali malam hari," kata Joseph.

Penerbangan Garuda untuk rute Kuala Lumpur akan menggunakan pesawat B-737-300 yang menyediakan 16 kursi bisnis dan 94 kursi ekonomi.

"Namun mulai 1 Mei 2010, kami akan operasikan pesawat B-737-800, menyediakan 12 kursi bisnis dan 144 kursi ekonomi," katanya.

Dari segi tarif, Garuda kini bersaing dengan penerbangan lainnya. Mulai 1 November 2009, tarif Kuala Lumpur-Jakarta (pp) hingga 31 januari 2010 hanya 349 ringgit, namun untuk pelajar dan mahasiswa akan kami berikan keringanan lagi, kata manager Garuda itu.

Untuk penerbangan ke Lombok Mataram, penumpang dari Kuala Lumpur memang harus transit ke Jakarta dulu. Namun transitnya hanya 40 menit saja dan sore hari sudah tiba di Lombok.

"Kami melihat potensi pariwisata di Lombok sangat besar dan cocok dengan turis Malaysia yang mayoritas muslim karena mayoritas masyarakat Lombok adalah muslim sehingga makanan halal mudah ditemui," tambah dia.

Friday, April 3, 2009

Bali Pulau Wisata Terbaik Asia


Denpasar (ANTARA) - Berdasarkan penilaian dalam dua tahun berjalan, Bali ditetapkan sebagai pemenang pertama penghargaan pulau wisata Asia terbaik oleh CEI Asia 2009 Industry Award for Asia`s Best Resort Destination. Penetapan Bali sebagai pulau wisata terbaik, mengalahkan Phuket, Thailand yang menempati posisi kedua dan Gold Coast, Australia, di peringkat ketiga, demikian disampaikan Manajer Regional Pacific World Nusantara, Bali, Ida Bagus Lolec.


Ditemui ANTARA di kantornya, kawasan Pantai Sanur, Bali, Lolec, menyambut gembira atas penetapan penghargaan pulau wisata terbaik yang baru diberitahukan kepadanya oleh pihak CEI Asia Magazine melalui e-mail. "Ini merupakan salah satu kemajuan yang luar biasa untuk tujuan wisata terbaik. Sekaligus menunjukkan sebagai tempat yang paling ideal kalau ingin melihat luapan kegembiraan akibat bencana yang terjadi di masa lalu maupun akibat perbuatan manusia itu sendiri," demikian salah satu penilaian CEI Asia Magazine. Menurut Lolec, jika dibandingkan beberapa tempat tujuan wisata, Bali salah satu yang terbaik di dunia, karena mempunyai keunikan lokasi dan menjadi pilihan tujuan wisata pertemuan/rapat serta insentif.


Bali merupakan pilihan tempat pertemuan yang didukung fasilitas pertunjukan sangat membanggakan dan luar biasa. Mempunyai resor dan hotel yang dilengkapi restoran internasional. Kehidupan malam terdapat di sana-sini yang menggairahkan. "Kami berharap pemberian penghargaan `pulau wisata terbaik` tersebut akan mampu mendongkrak kunjungan wisatawan dari berbagai negara," ucap Lolec yang juga pengusaha perhotelan dan agen travel yang banyak menangani wisata kapal pesiar.


Ia menambahkan, berdasarkan profil majalah yang memberikan penghargaan tersebut, penilaian diberikan berdasarkan kajian profesional, bukan sekedar alasan untuk mendapatkan iklan dari perusahaan-perusahaan jasa pariwisata di Pulau Dewata.

Tuesday, February 24, 2009

Diving Resorts in North Sulawesi, Indonesia

Welcome to NAD Resort - the Premiere Budget Resort in Lembeh

Lembeh BungalowNAD is situated in the beautiful Lembeh Strait region of North Sulawesi. Famous the world over for its peerless macro and muck diving, the Lembeh Strait region offers more than just face to face encounters with weird and wonderful critters. Our resort is nestled inside a tranquil bay on Lembeh Island, a short boat ride from Bitung Harbour and minutes away from all the top dive sites of the region.


With ten rooms and two bungalows on site, the resort blends seamlessly into a beautiful green backdrop of native flora fronting a small beach and wonderful house reef. Our “Eco Friendly” design allows us to keep our rates low and our standards high while enabling us to show a high level of personalized service in all departments. If you are planning your first trip to Lembeh or have been here many times over the years, please join us at NAD for an experience you won’t soon forget, both below the waves and in the comfort of your new home away from home

Monday, February 23, 2009

JOGJAKARTA, Museum Kontemporer

Segera Hadir di Jogjakarta, sebuah Museum Nasional
Perpustakaan Seni Rupa Kontemporer

HINGGA saat ini belum ada satupun perpustakaan di Yogyakarta bahkan di Indonesia yang secara lengkap dan mengkhususkan diri untuk menampilkan buku-buku seni rupa kontemporer. Perpustakaan yang secara khusus akan menampung buku-buku maupun media digital tentang khasanah seni dan budaya akan segera hadir Jogja National Museum (JNM) di Jalan Amri Yahya No.1 Gampingan atau gedung eks Kampus FSR ISI Yogyakarta.

Hal tersebut setelah Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara (YYSN) yang mengelola JNM menggandeng Badan Perpustakaan Daerah Propinsi DIY untuk mewujudkan adanya perpustakaan di JNM. Sinergi tersebut tertuang dalam acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Ketua YYSN KPH Wironegoro MSc dengan Kepala Badan Perpusda Drs Ikmal Hafzi di JNM, Sabtu (5/4).

”Dari studi yang kami lakukan sebenarnya banyak masyarakat maupun seniman yang ingin mencari referensi lewat buku atau media pembelajaran tentang seni yang bisa diakses dengan mudah,” kata KPH Wironegoro usai penandatanganan naskah MoU.

Dengan keberadaan museum ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan minat baca dan pengetahuan kalangan seniman, penggiat seni dan masyarakat umum tentang seni. Bukan hanya buku, di perpustakaan ini juga akan disediakan materi dalam bentuk digital, CD, DVD dan media lainnya yang berisi tentang perkembangan seni kontemporer juga pengetahuan umum.
KPH Wironegoro mengatakan, pihak JNM sangat terbuka bagi kalangan seniman baik itu pelukis, kolektor atau masyarakat umum yang ingin mendonasikan buku, katalog pameran atau materi lainnya untuk dijadikan koleksi perpustakaan JNM. (R-1)-g

sumber : kr.co.id

Sunday, February 22, 2009

Tourism Development in Indonesia


Tourism in Indonesia


Tourism in Indonesia is being developed through two main programs, covering tourism and tourism products. There are five supporting programs, namely' control of environmental pollution, education, training and tourism guidance; tourism research and development; tourism infrastructure development; and the supervision and development of arts and culture.

The target for tourism set in Repelita VI is 6.5 million foreign tourists with US$9 billion in foreign exchange. Meanwhile 84.2 million domestic tourists are expected to spend nine (9) trillion rupiahs. Through various activities, tourism is expected to generate 900.000 new job opportunities.



OVERSEAS TOURIST PROMOTION

Tourist promotion campaigns have been staged through Indonesia's Seven Tourism Promotion Centers (P3I) abroad, namely in Frankfurt, Los Angeles, Tokyo, Singapore, Sydney, London and Taipei. Since 1989 the Indonesia Tourism Promotion Agency (BPPI) developed new markets and improved promotion programs.

BPPI promotion efforts both at home and abroad was financed by 20% of the development tax revenue in ten tourist destinations, namely: North Sumatra, the Jakarta, West Java, Central Java, the Yogyakarta, East Java, Bali, North Sulawesi, and South Sulawesi. However, due the protracted monetary crisis which hit Indonesia the fund collected from the ten tourist destinations was only sufficient for BPPI operational cost until August 1997. To overcome this problem various marketing’s efforts had been conducted in Singapore, Australia, Japan, Taiwan, Germany, America, England, the Netherlands, Austria, and Switzerland.

In fiscal year 1997/98, an integrated promotion program was designed to increase the efficiency and effectiveness, of marketing by reexamining the role and responsibility of agencies involved in overseas tourism marketing while utilizing all related components including Indonesian delegations abroad as well as students and the foreign media.

Several important tourism events abroad in which Indonesia participated among others were: International Travel Expo, June 1997 in Hong Kong; Holiday and Travel Show, June 1997 in Sydney; World Travel Market, November 1997 in London; Diving Equipment Marketing Association (DEMA), January 1998 in Orlando, Florida; and Internationale Tourismus Borse, March 1998 in Berlin.

In fiscal year 1997/98, international tourist activities held in Indonesia, were: Krakatau Festival in Lampung; the Culture Enchantment and Folk Performances Festival in Jakarta; Maleman Sriwedari and Obral Gedhe Solo in Central Java; and International Wind Surfing Competition in West Nusa Tenggara, Bali and South East Sulawesi.

Do You Know About Tourism Promotion In Indonesia?


DOMESTIC TOURISM PROMOTION


Tourist objects and tourist attractions are being introduced to the Indonesian people to promote domestic tourism. Group tourist awareness (Pokdarwis) has been established as moving spirit for tourist development such as the improvement of tourist attractions to socialize the Seven Charms Program (Sapta Pesona) consisting of safety, cleanliness, orderliness, comfort, beauty, hospitality, and enchanting memories. Until 1997/98, there were 921 Pokdarwis throughout Indonesia, or an increase of 71.5% since 1993/94. To encourage domestic tourism, in 1997/98 the Government started to develop tours for senior citizens.

The Tourist Awareness Campaign every year adopted different themes in accordance with the national development rhythm and dynamics. In 1997, the theme was The Year of Cooperatives and Telecommunication and in 1998 the theme was: The Year of Art and Culture.

Several national tourist events have been held throughout Indonesia. In 1997/98 the events included Toba Lake Festival in North Sumatra; The Indonesian Archipelago Palace Festival in West Java; Borobudur Festival in Central Java; Bromo Festival in East Java; The Balibo Art Festival in East Timor; The Bidar Kapuas Festival in West Kalimantan; Sea Park Festival in Maluku; and the Lembah Baliem Arts and Culture Festival in Irian Jaya.

Despite the current economic crisis which has hit Indonesia since July 1997, the number of domestic tourists increased steadily. In fiscal year 1997/98 the number of domestic tourists was 120 million persons who spent 14 trillion rupiahs.

Monday, January 19, 2009

Latest from Danau Toba (Toba Lake) in North Sumatra

Danau Toba Mulai Bersolek
Suara Pembaruan, 3 Agustus 2008

Semilir angin berembus dari balik pepohonan. Ombak kecil terlihat berkejaran. Ketika itu, mentari baru saja muncul dari balik pegunungan. Danau Toba seakan tersenyum. Seperti perawan habis berdandan. Memperlihatkan keindahan panorama alam sekitarnya.

Danau Toba seperti lautan. Tempat wisata di Sumatera Utara itu memberikan kenyamanan, ketenangan, dan membawa kedamaian. Berada di tempat itu, hilang kepenatan. Tidak mengherankan lokasi wisata itu sempat menjadi primadona, didatangi banyak orang, baik wisatawan lokal maupun dari mancanegara.

Gunung Toba cikal bakal Danau Toba disebut-sebut sebagai supervolcano yaitu gunung aktif dalam kategori sangat besar, meletus terakhir sekitar 74.000 tahun
lalu. Namun Gunung Toba yang kini telah berubah menjadi Danau Toba yang sebenarnya adalah kaldera dengan Pulau Samosir di tengahnya. Danau Toba, Sumatera Utara, menjadi bekas kaldera terbesar di dunia.

Pada tahun 1939, seorang geolog Belanda Van Bemmelen melaporkan, Danau Toba yang panjangnya 100 kilometer dan lebarnya 30 kilometer dikelilingi oleh batu apung peninggalan dari letusan gunung. Belakangan, beberapa peneliti lain menemukan debu rhyolit yang seusia dengan batuan Toba di Malaysia, bahkan juga sejauh 3.000 kilometer ke utara hingga India Tengah. Beberapa ahli kelautan pun melaporkan telah menemukan jejak-jejak batuan Toba di Samudra Hindia dan Teluk Bengal.

Letak Gunung Toba yang kini Danau Toba masih dianggap rawan bencana. Hal itu terkait posisi Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Aurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sebelumnya Gunung Toba pernah meletus sebanyak tiga kali. Letusan pertama terjadi sekitar 840 juta tahun lalu yang menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, yakni daerah Prapat dan Porsea.

Letusan kedua Gunung Toba berkekuatan lebih kecil, terjadi 500 juta tahun lalu.
Letusan itu membentuk kaldera di utara Danau Toba, yakni daerah antara Silalahi dengan Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dahsyat. Sementara letusan ketiga terjadi 74.000 tahun lalu yang membentuk Danau Toba sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya. Dengan luas 100 kilometer (km) kali 30 km itu dan Pulau Samosir di tengahnya, Danau Toba bak lautan saja. Lokasi itu berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara (Taput), Dairi, Tanah Karo, selain Samosir dan Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Kedalaman air danau diperkirakan lebih dari
150 meter.

Tempat wisata itu hanya dikenal dengan nama Parapat. Masuk wilayah Kabupaten Simalungun, Parapat berjarak sekitar 165 km dari Kota Medan. Tidak terlalu sulit mencapainya. Dari Medan, wisa- tawan dapat menaiki bus maupun mikrolet jurusan Kota Tarutung, Kabupaten Taput, dengan ongkos Rp 25.000. Hanya saja, diperlukan waktu tempuh sampai empat jam. Lumayan melelahkan. Tetapi jalan menuju tempat itu lumayan bagus. Kelokan-kelokan mulai ditemui di kawasan Pematang Siantar.

Ada alternatif lain jika ingin lebih cepat tiba di sana, yakni menumpang pesawat dari Bandara Polonia menuju Bandara Silangit di kawasan Kabupaten Taput. Lama perjalanan sekitar 30 menit. Dari Silangit menuju Parapat, memakan waktu perjalanan setengah jam dengan mengendarai mobil. Ke depan, pemerintah berencana membangun jalan tol dari Medan ke Tebing Tinggi, untuk mempercepat waktu perjalanan menuju Danau Toba di Parapat.

Danau Toba pernah menjadi kebanggaan. Selain menambah devisa negara, masyarakat sekitar juga merasakan manfaatnya. Banyak di antaranya yang dapat menikmati hasil sebagai pemandu wisata dan berwirausaha. Ciri Khas Danau Toba sangat jauh berbeda dengan danau lain di Asia. Sesuai penelitian, danau ini terbentuk akibat letusan gunung berapi supervulkanik sekitar 80.000 tahun lalu. Bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km kubik, di antaranya 2.000 km kubik abu vulkanik.

Letusan itu konon menelan korban tewas ribuan jiwa. Abu vulkanik tertiup angin selama dua minggu sampai ke barat. Setelah letusan, terbentuk kaldera yang terisi air, kemudian menjadi sebuah danau. Pulau Samosir mun- cul akibat tekanan ke atas oleh magma. Pulau itu juga menjadi tempat wisata, banyak menyimpan peninggalan bersejarah.

Danau itu mempunyai ciri khas. Di danau itu berkembang ikan poroporo, nila, dan mujair. Ikan poroporo paling banyak dibeli wisatawan sebagai oleh-oleh. Tentunya, ikan hasil tangkapan nelayan tersebut sudah dijemur terlebih dulu. Harganya Rp5.000, untuk ukuran satu bungkus plastik kecil. Untuk ukuran bungkus plastik besar, harganya Rp10.000. Jika tidak ingin repot-repot membawanya sebagai oleh-oleh namun hanya ingin mencicipi, tak perlu khawatir. Rumah makan-rumah makan di Parapat umumnya menyediakan hidangan dari ikan itu. Tidak asin seperti layaknya ikan asin, dan ikan ini renyah saat dikonsumsi. Ikan nila yang sudah dijemur lebih mahal harganya daripada ikan poroporo. Per ekornya Rp10.000 sampai Rp15.000.

Sebelum masa reformasi, ratusan wisatawan mancanegara berkunjung ke Danau Toba setiap hari. Tempat itu ramai seperti Pulau Bali. Namun, kunjungan wisatawan menurun setelah terjadi reformasi. Apalagi setelah muncul Travel Warning pemerintah asing yang melarang warganya berkunjung ke Indonesia. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, kagum saat melihat keindahan danau mahaluas itu. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengakui keindahan alam Danau Toba. Apalagi melihat kultur masyarakat Toba, yang memiliki kekayaan budaya dari beberapa suku. Bila tetap dipelihara dan dilestarikan, danau itu dipastikan bisa bangkit kembali menjadi objek wisata unggulan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Harus dikembangkan. Adat budaya berbagai marga ini akan semakin menarik perhatian wisatawan asing, sebab tidak ada dalam sejarah dunia. Potensi musik Batak yang sudah eksis di beberapa negara juga akan menarik perhatian wisatawan asing. Yang perlu ditingkatkan adalah keramahtamahan dan kesadaran wisata dalam jangka panjang. Sebab, keberhasilan pengelolaan wisata terlihat bila berulang kali dikunjungi wisatawan," ujar Jero Wacik saat berbincang dengan SP di Parapat, baru-baru ini.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Simalungun, Boundeth Damanik menyampaikan, kunjungan wisatawan asing ke Danau Toba mencapai 40.000 orang pada 2007. Angka itu belum termasuk wisatawan lokal. Memasuki tahun 2008, terhitung sejak awal Januari sampai dengan Juni, tercatat sekitar 10.000 orang berkunjung ke Danau Toba. "Kami yakin, jumlah wisatawan asing yang datang ke Danau Toba semakin bertambah besar pada tahun ini. Target yang dicapai bertambah 20 persen dari jumlah wisatawan yang datang pada tahun lalu. Kalau kunjungan domestik luar biasa, terutama pengunjung yang bermalam pada Sabtu sampai Minggu", Beliau menjelaskan.

Menginap. Tidak sulit menemukan hotel untuk menginap jika berkunjung ke Parapat. Pengunjung dapat menginap di Hotel Niagara, Parapat View Hotel, Hotel Wisata Bahari, Hotel Sapadia Conteque, Asari Hotel. Untuk kamar kelas standar, harga kamar berkisar Rp350.000 - Rp400.000 semalam, dan kelas suites lebih dari Rp 1juta. Jika dirasa terlalu mahal, banyak juga hotel kecil di seputar Danau Toba
yang tarifnya terjangkau, berkisar Rp100.000 - Rp200.000 per malam.

Urusan makan juga tidak merepotkan. Tinggal pilih rumah makan yang menyajikan masakan khas Batak, masakan Padang, Chinese food, maupun jenis menu lain. Gerai suvenir mudah ditemukan. Harga cendera mata bergantung pada jenis barang. Tas, misalnya, harganya Rp30.000 - Rp100.000, kalung Rp5.000 sampai Rp10.000, kaus mulai Rp15.000 sampai Rp30.000, sandal Rp15.000, syal atau selendang Rp10.000 sampai Rp15.000, baju anak-anak Rp15.000, topiRp3.000. Gantungan kunci bisa diperoleh mulai dari harga Rp 3.000.

"Sejak krisis moneter dan adanya travel warning pemerintah asing, kinjungan
wisatawan menurun drastis. Usaha yang digeluti masyarakat di daerah wisata ini
pun sudah ada yang ditutup. Danau Toba sepi pengunjung di hari biasa, dan baru
ramai di akhir pekan," ujar Bernard Sitorus (48), penjual suvenir. Sampai kini, banyak orang menikmati hasil dari keindahan alam danau tersebut. Hal itu dapat mereka nikmati karena ada aturan untuk menjaga keindahannya, seperti jangan membuang sampah, membuang kotoran, dan bahkan jangan ngomong kotor. Warga diminta tetap menjaga kebersihan dan kelestarian Danau Toba. Sayang lambat laun, aturan tersebut mulai ditinggalkan. Semua itu terjadi karena ada saja pihak yang berbuat semaunya. Kondisi Danau Toba yang dulunya indah, sehingga banyak didatangi wisatawan mancanegara, sempat tercemar lingkungannya.

Sampah berserak di sana-sini. Rumput dibiarkan tumbuh di mana-mana. Seperti
tidak ada lagi orang yang memedulikannya. Lokasi wisata itu dibersihkan hanya setiap kali ada acara tertentu, seperti kunjungan kepala negara atau pertemuan antarpejabat negara. Setelah itu, enceng gondok, keramba jala apung, maupun limbah rumah tangga, dan limbah perusahaan, dibiarkan mencemari danau begitu saja.

"Hal itu sering terjadi. Pemerintah setempat sepertinya kurang serius memberikan perhatian. Wajar saja turis jera berkunjung kembali ke daerah ini," ujar Agustinus, pemerhati Danau Toba. Belum lagi pedagang yang berulah menetapkan harga semaunya. Belum lagi pelayanan karyawan hotel yang kurang memuaskan. Nah, mungkinkan keindahan Danau Toba dapat dikembalikan seperti pada masa jayanya?

[SP/Arnold H. Sianturi]

Saturday, January 3, 2009

Perkembangan Kepariwisataan di Kota Bogor, Jawa Barat.

Bogornews--- Promosi dan Pemasaran Kepariwisataan tentang objek-objek wisata di Kota Bogor tak hanya gencar dilakukan oleh brosur, City Map dan Pusat Informasi Kepariwisataan di Taman Topi saat ini. Kegiatan Kepariwisataan dalam bentuk seperti yang kita kenal dewasa ini, sudah dikenal di Indonesia sejak zaman Kolonial Belanda yaitu semasa Hindia Belanda. Walaupun yang dapat menikmatinya, baru terbatas pada orang-orang Belanda, Indo-Belanda, dan beberapa orang asing lainnya.

Denys Lombard, seorang MahaGuru dan doktor sejarah, khususnya tentang sejarah Indonesia menulis bahwa buku panduan pariwisata tertua yang pernah Ia temukan bertiti mangsa sekitar tahun 1786, artinya telah berusia 222 tahun lalu. Buku tersebut ditulis oleh seorang yang bernama Hofhout dan diperuntukkan bagi para pegawai VOC yang baru tiba di Batavia. Buku itu memuat topografi yang cermat dan menarik mengenai kota dan sekitarnya, menganjurkan tamasya ke Cipanas “Kota Air” dan kota peristirahatan yang terletak sekitar 80 KM ke Selatan, berisi peringatan agar berhati-hati terhadap penyakit tropis, dan menggambarkan secara rinci perdagangan gelap yang sangat dilarang namun tampaknya setiap orang dapat memanfaatkannya. Karya itu juga memuat sebuah daftar tata bahasa Melayu yang berguna untuk percakapan sederhana.

Selain menerima imigran dalam arti yang sebenarnya, Pulau Jawa segera pula menerima pelancong biasa yang datang berkunjung, dan dikemudian hari disebut sebagai wisatawan. Sejak 1836 Pemerintah Kolonial mengawasi masuk keluarnya semua orang asing dan mengeluarkan sebuah pas khusus bagi semua pengunjung yang datang tanpa niat untuk menetap, Comte de Beau Voir, seorang bangsawan muda Perancis yang manemani salah seorang putra Louis Philippe dipengasingan, singgah di Jawa pada tahun 1866 dan menulis sebuah cerita yang ditakdirkan mendapat sukses besar :mendapat penghargaan dari Academie Francaise dan dicetak ulang sebanyak sepuluh kali. Pena de Beauvoir yang lincah dan simpatik pasti besar peranannya dalam membuat Kepulauan Sunda dikenal di Prancis dan sedikit demi sedikit Citra Nusantara pun tersebar luaskan sebagai surga dunia yang sesungguhnya.

Di samping pemandangan alam dan cuaca, Jawa juga mempunyai modal lain yang berharga: pesona reruntuhan bangunan kuno yang menarik perhatian orang Eropa. Pada tahun 1753 J. Coyett, seorang pegawai VOC asal Skandinavia telah membawa pulang koleksi patung dari Jawa Tengah yang di pajangnya di rumahnya di Batavia. Pada awal abad ke 19, Raffles telah memanfaatkan masa tinggalnya di pulau itu untuk meneliti sejarah kuno dan menerbitkan gambar-gambar beberapa peninggalan purbakala dan karyanya The History Of Java (1817). Sejak tahun 1837 hingga 1841, H. N. Sieburgh telah menelusuri seluruh Jawa Tengah dan Timur untuk mengokalisasi dan melukis semua situs yang penting. Pada masa itu, artinya hampir 170 tahun yang lalu, berdamawisata ke Borobudur dan Prambanan sudah menjadi kebiasaan dan mereka yang lebih kuat, bahkan bersusah payah mendaki hingga ke Candi Sukuh, yang area garudanya yang besar menimbulkan hipotensis yang paling tidak masuk akal.

Pemandangan alam yang indah menggugah jiwa romantis, candi-candi terpendam dengan dengan konografi Iudianya memperkuat kepercayaan akan gagasan mempesona bahwa pernah ada Konoli Arya Kuno. Tinggal di perlukan usaha agar jalan menuju berbagai keajaiban seperti itu menjadi terbuka. Ini terlaksana menjelang tahun 1890, ketika kapal-kapal Pesia KPM (Maskapai Kapal laut milik Belanda yang dibangun tahun 1888), mulai beroperasi secara teratur dan jaringan jalan kereta api telah berkembang cukup baik.

Sebelum semua pemerintah colonial yang lain di Asia Tenggara menyadarinya, pemerintah Batavia telah menyadari semua manfaat yang dapat diperoleh dari pariwisata. Reruntuhan Angkor menjadi terkenal baru jauh hari kemudian. Semua hal yang menarik di Pulau Jawa dicatat dengan teliti, ditata dan diperkenalkan dalam paket-paket wisata berupa candi-candi Hindu-Jawa (Borobudur mulai direstorasi Tahun 1911) tetapi juga gunung-gunung api, bahkan kadang-kadang air terjun kecil biasa.

Selain Hotel-hotel yang memberi pelayanan Internasional, Pemerintah juga mendirikan sejumlah besar pasanggrahan, semacam penginapan untuk bermalam dengan nyaman. Sebuah buku panduan pariwisata tahun 1894 menyebutkan tak kurang dari seratusan pasanggrahan di Jawa Barat. Yang mengesankan adalah kedatangan di Eropa pelukis muda Raden Shaleh Syarif Bustaman yang bermukim di Belanda, Prancis dan Jerman dari tahun 1829-1852.

Perjumpaan dengan dunia Nusantara makin banyak terjadi dan makin besar, besaran dalam Pekan Raya Semesta. Ketika diselenggarakanya Pekan Raya tersebut Tahun 1889, Pemerintah Belanda juga mengirim sekelompok penari Jawa dan pada kesempatan itulah Claude Debussy (Musisi klasik dunia asal Prancis) tertarik akan irama gamelan pada Pekan Raya Kolonial Tahun 1931, Kelompok menari menjadi semakin besar jumlahnya dan sehubungan dengan peristiwa itu. TH.B.Van Lelyved menerbitkan sebuah karya yang bagus dalam Bahasa Prancis mengenai La danSe dans Le Teatre Javanais (Tari dalam Teater Jawa).

Pada peralihan abad, mentalitas manusia Barat sudah siap menerima eksotisme,tidak saja di eropa tetapi juga di amerika Serikat, di mana pada tahun 1897 Eliza Ruhamah Skidmore telah menerbitkan sebuah kisah perjalanan dengan judul yang menunjukan warnanya: Jaya The Garden Of The East dengan kulit muka bergambar wajah meyakinkan seorang Eropa yang dari geladak sebuah kapal pesiar sedang memperhatikan orang-orang melayu menyelam demi sekeping uang dan pada awal kata pengantar di temukan pernyataan : Jawa adalah Negri terindah di dunia. Dalam pada itu tahap terakhir yaitu Tahun 1930an, akan dicapai dengan masuknya Bali dalam jaringan Wisata.

Pada Tahun 1910, Gubernur Jendral A.W.F.I denburg (1909-1916) membentuk suatu organisasi yang bernama Vereeniging voor Toeristea Verkeer (VTV). Sebuah badan resmi Pemerintahan Hindia Belanda yang mengatur arus lalu lintas dan kegiatan Kepariwisataan di Hindia Belanda, juga berfungsi sebagai biro perjalanan resmi. Selain menyelenggarakan kegiatan pariwisata yang merupakan salah satu sumber keuangan organisasi tersebut, VTV juga menerbitkan informasi wisata dalam bentuk brosur maupun buku. Pada Tahun 1913 buku-buku Penuntun Wisata Tentang Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, Toraja dan Banten ditulis dalam bahasa Inggris.

Bahan-bahan informasi wisata ternyata tidak hanya diterbitkan oleh VTV saja, tetapi juga pihak-pihak lain. Tahun 1923 misalnya Kantor Informasi Wisata Garoet, menerbitkan Java Tourist Guide. Pada Tahun yang sama terbit sebuah koran Minggon yang berisi rubrik-rubrik antara lain. Jadwal kereta ekspres, ringkasan berita luar negri, berita-berita Garoet petunjuk-petunjuk wisata, hotel-hotel yang direkomendasikan kalimat-kalimat singkat yang berguna, nilai mata uang dan foto-foto.

Selain itu, sebuah organisasi kepariwisataan di Negeri Belanda bernama Vereeniging voor Vreemdelingen Verkeer (VVV), sampai sekarang masih aktif, memberikan informasi-informasi kepada para wisatawan asing mancanegara, menerbitkan sebuah majalah mingguan bergambar bernama Toerisme. Mingguan tersebut pada Tahun 1926 juga mempromosikan Hindia Belanda (Indonesia).

Di Kantor VTV dapat diperoleh bahan-bahan informasi wisata: The Mountain City on Netherland Indie, Bandoeng, Gids voor de Plantentuin in Buitenzong, Map Of Garoet and Environts. Selain di Batavia, VTV juga mempunyai cabang di tempat-tempat lain, khususnya di daerah-daerah yang banyak dikunjungi wisatawan. Masyarakat Belanda juga mendirikan organisasi atau perkumpulan kepariwisataan, misalnya Toerist Assoeiation log Magelang (1926), Bandoeng Vooruit (1926), Toerist Association Og Garoet e Java (1923). Kota Bogor dan Visit Indonesian Year 2008.

Penulis : Rachmat Iskandar
Pengamat Masalah Kebudayaan, Tinggal di Kota Depok

Monday, December 15, 2008

PEDASNYA NASI di "NASI HOT"

Tempat ini menarik mata ketika saya dalam perjalanan ke Pantai Jerman Kuta setelah dari makam Mads Lange. Adanya di kiri jalan raya Tuban, dari Joger ke arah bandara. Hal yang menarik mata saya adalah tulisan merah menyala di papan namanya dan kata HOT itu sendiri. Penikmat makanan pedas seperti saya gampang ngiler lihat kata-kata hot, apalagi cewek hot. :D

Sebenarnya aneka menu yang disajikan tidak terlalu berbeda. Namun karena semua disajikan dengan nuansa pedas, maka resto ini tetap unik untuk dicoba.

Ada dua pilihan cara bersantap di sini. Pengunjung bisa langsung mengambil menu sendiri alias prasmanan atau kalau tak mau repot bisa juga dengan pilih paket-paket yang ada. Paket yang ditawarkan murah meriah, mulai dari Rp 7000 sampai Rp 15.000 yang paling mahal. Paket ini menyediakan aneka menu antara lain opor ayam, udang goreng, daging sapi krawu, hati goreng, dan seterusnya.

Untuk makan siang itu saya pilih menu moderat, tak terlalu murah juga tak terlalu mahal. Paket Rp 12.000 saja. Isinya tempe sambal, opor ayam, krawu sapi, kentang hati, mie goreng, dan sayur buncis oseng (goreng setengah matang). Pas di lidah, ah, rasanya tak seenak yang kubayangkan. Agak datar. Mie gorengnya apalagi, merusak rasa. Tapi pedasnya memang boleh dicoba.

Selain menu nasi campur ini juga ada menu ringan lain seperti mie, bakso, dan semacamnya. Sekali lagi, semuanya disajikan dalam cita rasa pedas. Besok-besok kalau ke sana lagi, aku mau coba menu lain saja, bukan nasi campur seperti sekarang.

Nasi Hot
Jl Raya Kuta 77X
Kuta Bali
Telp 0361 – 8037575, 7420651
Website www.nasihot.com


***Oleh Anton Muhajir***

Kawasan Heritage Jalan Gajah mada, Denpasar, Bali.

Walau Jalan Gajah Mada Denpasar kumuh dan semrawut, gagasan mewujudkannya sebagai kawasan heritage (warisan alam/budaya?) jalan terus. Buktinya, awal Desember 2008, di ujung Barat Jalan Gajah Mada dipasang tanda yang bertuliskan ‘Kawasan Heritage Jalan Gajah Mada Denpasar’.

Tanda yang mirip dengan prasasti berukuran besar itu dipasang di pojok utara dan selatan ujung Barat jalan. Prasasti ini bisa terlihat jelas oleh masyarakat yang memasuki kota dari arah Barat (Jl Wahidin) dan Utara (Jl Sutomo) dan yang datang dari arah Selatan (Jl Thamrin). Sinar lampu disorotkan ke arah tanda itu sehingga terang terbaca malam hari.

Tanda serupa mungkin adakan dipasang di ujung timur Jalan Gajah Mada, sekitar Catur Muka.

Pertanyaan kemudian: kekhasan apakah yang ditawarkan kawasan Gajah Mada sehingga pantas disebut sebagai ‘heritage’? Apakah kawasan Gajah Mada dianggap warisan budaya? Warisan alam?

Pesona apakah yang diharapkan memikat hati masyarakat atau turis di kawasan tersebut? Adakah di kawasan itu sesuatu yang dibanggakan? Cukupkah hanya dengan memasang prasasti yang bertuliskan ‘kawasan heritage’?

Di kawasan Jl Gajah Mada memang ada Pura Desa dan dua pasar yaitu Kumbasari (barat sungai) dan pasar Badung (sebelah timur) yang semuanya bisa menunjukkan kehidupan tradisional. Namun, untuk mengangkat aktivitas pasar menjadi bagian dari ‘heritage’ yang membanggakan dan menyamankan mungkin banyak usaha penertiban dan kebersihan yang harus dilakukan.

Deretan toko-toko di Jl Gajah Mada, terutama di Barat jembatan Tukad Badung, sungguh kumuh. Sebagian besar toko tidak dirawat pemilik atau pemakainya dengan baik. Pilar bangunan kusam, pot bunga yang berubah menjadi tempat duduk compang-camping alias ‘kepèh-kepèh’. Trotoar tidak ada, emper toko tempat jalan menjadi arena parkir sepeda motor.

Toko-toko di Timur jembatan juga banyak yang sudah tua, tak terawat, berdebu, kecuali sedikit toko baru mentereng di bagian ujung Timur dekat Bank BNI.

Pemandangan yang semrawut kian pekat karena parkir. Tanda dilarang parkir sudah jelas, tetapi masyarakat melanggarnya. Polisi juga menoleransi, mungkin karena tidak ada pilihan, tidak ada solusi. Sepeda motor pun diparkir di depan poster yang bertuliskan ‘terima kasih untuk tidak parkir di sini’ .

Beberapa pedagang kain di sisi selatan jalan ada yang memajang dagangan di trotoar, pedestrian.

Usaha mempercantik paras Gajah Mada kelihatan jauh dari tanda-tanda sukses. Walau lampu-lampu gaya ‘klasik’ dipasang, pohon bunga ditanam, semua usaha ini tampak tidak akan berhasil memberikan perubahan menyeluruh.

Jalan di bagian Timur kawasan Gajah Mada, terutama yang dibuat dengan batu-sikat, compang camping. Ada yang mengkritik karena batu-sikat tidak cocok untuk jalan karena tidak tahan dilindas-lindas kendaraan. Yang lain mencela karena sistem pengerjaan proyek tidak profesional.

Kritik datang dari anggota DPR tetapi kita jadi bertanya, mengapa wakil rakyat dan pemerintah ini tidak mengontrol kinerja kontraktor sehingga hasil proyek baik? Sayang, media massa yang ada tidak total menurunkan jurnalisnya untuk menyoroti dan melakukan investigasi proyek ‘heritage Gajah Mada’.

Siapa pun yang memperhatikan pekerja menggarap proyek di kawasan Gajah Mada pantas prihatin. Sebab, alat yang mereka gunakan, tenaga yang mereka turunkan tidak mengesankan pekerja profesional untuk menangani proyek berbiaya banyak. Sepertinya mereka berbekal cetok dan ember kecil. Bagaimana membuat luluh sempurna kalau alat kerja ala kadarnya?

Pemasangan tiang lampu juga tampak sepintas tidak dilakukan dengan olahan luluh yang kuat. Semoga saja tiang lampu itu kuat sehingga tidak tumbang karena angin atau dorongan lain.

Kalau usaha melestarikan atau memperindah kawasan Gajah Mada terus seperti sekarang, maka bisa dipastikan Denpasar akan kehilangan pesona sebagai ibu kota Provinsi Bali. Kalau kumuh dan semrawut tak berhasil disulap menjadi keindahan yang mempesona di kota tujuan wisata internasional ini, orang akan mengeluh seperti Naga Bonar: apa kata duniaaaa?

Komentar sinis mungkin lebih sering terdengar daripada decak kagum. Orang akan jarang berkata “inilah Denpasar” tapi lebih kerap bertanya “inikah Denpasar?”

***** Oleh: Darma Putra *****

Monday, November 24, 2008

INDONESIAN TOURIST GUIDE TRAINING INSTITUTE (ITGTI)

LATAR BELAKANG

Lembaga Diklat Profesi Pramuwisata Indonesia (LDPPI) , atau Indonesian Tourist Guide Training Centre, lahir dari sebuah pemikiran dalam Rapat Kerja Nasional Himpunan Pramuwisata Indonesia ke 8 bulan Mei 2006 di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, kemudian mendapat pembahasan yang lebih konkrit didalam Musyawarah Nasional HPI ke -4 di Pantai Anyer- Serang Banten 24-28 Juli 2006. Adalah merupakan suatu harapan besar bahwa Lembaga Diklat ini akan menjadi tempat pelatihan Profesi Pramuwisata secara terprogram dengan baik dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dari Pramuwisata Indonesia sebagai salah satu komponen dalam Jasa Usaha Pariwisata Indonesia . Pramuwisata adalah seseorang yang bertugas memberikan bimbingan, penjelasan dan petunjuk tentang obyek wisata, serta membantu keperluan wisatawan lainnya. Tugas pokok dari seorang Pramuwisata adalah menyampaikan informasi agar dapat dipahami oleh wisatawan yang mengunjungi destinasi dengan demikian wisatawan akan memperoleh pemahaman yang mendalam yang akan berakibat menimbulkan apresiasi terhadap destinsi yang akan dikunjungi.

LDPPI memiliki para instruktur yang berpengalaman dibidang profesi pramuwisata , ditambah dengan pendidikan untuk menjadi “ Trainer”, pada umumnya mereka teleh memiliki jam terbang menggeluti pramuwisata lebih dari 20 tahun. Sehingga materi pelatihan yang diberikan kepada pelanggan mengacu kepada CBT (Competence Based Training). Sebagai informasi tambahan bahwa pada Trainer kami sangat menguasai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dibidang Pramuwisata.


TUJUAN LDPPI

  1. Memberikan pendidikan dan pelatihan tentang profesi pramuwisata
  2. Menghasilkan anak didik yang berkualitas dan professional
  3. Mengadopsi SKKNI Pramuwisata untuk disebarkan kepada anak didik


SASARAN LDPPI

Lembaga Diklat Profesi Pramuwisata Indonesia pada dasarnya menawarkan diri memberikan pelatihan ke Internal anggota yang telah memiliki Sertifikat Pramuwisata sebagai Program “Up grading” untuk menambah wawasan pramuwisata Indonesia terhadap perkemangan Teknologi informasi yang sangat Maju. Kedua , memberikan Pendidikan dan Pelatihan Pramuwisata kepada masyarakat Indonesia yang ingin memiliki ketrampilan hidup sebagai mata pencaharian.


MATERI PELAJARAN

A. PEMAHAMAN UMUM ( COMMON CORE)

1.

Bekerjasama dengan Kolega dan Wisatawan

2.

Bekerjasama dengan Lingkungan Sosial yang berbeda

3.

Mengikuti Prosedur Kesehatan, Keselamatan, Keamanan di tempat Kerja

4.

Menangani Situasi Konflik

5.

Mengembangkan dan memutakhirkan Pengetahuan Industri Pariwisata

B. FUNGSIONAL AREA

6.

Bekerja Sebagai Pramuwisata

7.

Memberikan Pelayanan pada Penjemputan dan Pengataran Wisatawan

8.

Mengembangkan Pengetahuan Umum

9.

Mengkoordinasikan dan mengoperasikan Perjalanan Wisata

10.

Memimpin Rombongan Wisata

11.

Menyiapkan dan Menyajikan Informasi Wisata

12.

Melakukan kegiatan Interpretasi

13.

Mengembangkan materi interpretasi pariwisata ekologi

14.

Menangani wisata perpanjangan waktu

15.

Memberikan informasi umum tentang kebudayaan Etnik Indonesia

16.

Menginterpretasikan aspek budaya etnik lokal

C. FUNGSIONAL BIRO PERJALANAN WISATA

17.

Mencatat dan mengkoordinasikan jasa pemasok

D. PENJUALAN DAN MARKETING

18.

Mempromosikan Produk dan Jasa Kepada Wisatawan

E. GENERAL ADMINISTRATION

19.

Bekerkomunikasi Melalui Telfon

20.

Melakukan Prosedur Administarsi

21.

Membantu transaksi keuangan

22.

Mencari dan mendapatkan data di komputer

23.

Menyediakan Pertolongan Pertama

24.

Komunikasi Lisan Bahasa Inggris tingkat dasar

25.

Membaca bahasa Inggris tingkat Dasar

26.

Menulis bahasa Inggris tingkat Dasar


WAKTU KURSUS

  1. 08:00 – 18:00 ( 10 Jam setiap hari) selama 3 hari berturut-turut,


TEHNIK PENGAJARAN

  1. Seminar atau workshop
  2. Role play
  3. Tanya Jawab
  4. Tehnik Guiding di Lapangan
  5. Power poin Presentation


BIAYA DITANGGUNG PIHAK PENYELENGGARA YAITU:

  1. Tiket Pesawat Terbang P.P. dari tempat tinggal instruktur ke tempat tujuan, kelas ekonomi dengan Garuda Indonesia (atau disesuaikan dengan penerbangan ketempat tujuan)
  2. Akomodasi selama kursus untuk Instruktur minimal 2 orang
  3. Makan Pagi, Siang, Malam
  4. Foto kopi materi
  5. Proyektor atau white screen, LCD
  6. Transportasi untuk penjemputan dan untuk Field Trip
  7. Instructor Fee sebesar Rp. 1.000.000,- /Hari untuk setiap Trainers
  8. Asuransi Perjalanan dan termasuk Airport Tax
  9. 10% biaya tambahan dari Trainer Fee untuk Kontribusi DPP HPI


JUMLAH PESERTA

  1. Maksimum 30 orang setiap kelas
  2. Calon pramuwisata


SERTIFIKAT

  1. Peserta setelah mengikuti pelatihan Dasar Pramuwisata akan mendapatkan sertifikat pramuwisata dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat, kerjasama dengan LDPPI


INSTRUKTUR

    • LDPPI akan merekrut Instruktur dari Internal anggota HPI yang memiliki latar belakang pendidikan Strata Satu dengan mengantongi Akte IV untuk lisensi mengajar.
    • Tidak menutup kemungkinan bahwa LDPPI akan resourcing instruktur bekerjasama dengan Sekolah tinggi pariwisata dan Universitas serta lembaga lainnya seperti maskapai pernerbangan yang berhubungan dengan sektor pariwisata khususnya profesi Pramuwisata.


ANGGARAN DASAR

LEMBAGA DIKLAT PROFESI PRAMUWISATA INDONESIA (LDPPI)


BAB I

NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN, WILAYAH KERJA DAN WAKTU

Pasal 1

Nama

Organisasi ini bernama Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pramuwisata Indonesia disingkat dengan LDPPI yang dalam bahasa Inggris disebut dengan INDONESIAN TOURIST GUIDE TRAINING INSTITUTE ( ITGTI ).

Pasal 2

Tempat Kedudukan

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pramuwisata Indonesia berkedudukan di Kota Denpasar Provinsi Bali, Indonesia.

Pasal 3

Wilayah Kerja

Wilayah kerja Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Profesi HPI Pramuwisata Indonesia ( LDPPI ) meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia .

Pasal 4

Waktu

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pramuwisata Indonesia didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Untuk pertamakali LDPPI dideklarasikan pembentukannya di Musyawarah Nasional IV HPI di Provinsi Banten 24-28 Juli 2006.


BAB II

ASAS, LANDASAN DAN TUJUAN

Pasal 5

Asas

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pramuwisata Indonesia berasaskan Pancasila dan UUD 1945

Pasal 6

Landasan

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Profesi Pramuwisata Indonesia berlandaskan:

  1. Undang-Undang Dasar 1945
  2. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan Indonesia
  3. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  4. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisitim Pendidikan Nasional Indonesia
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2004 tentang BNSP
  6. Keputusan MUNAS IV HPI di Banten 24-28 Juli 2006

Pasal 7

Tujuan

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pramuwisata Indonesia bertujuan untuk:

  1. Menyusun dan Mengembangkan Standar kompetensi Kerja Nasional Indonesia dibidang kepramuwisataan (SKKNI Pramuwisata)
  2. Mengadakan Pelatihan dan Pendidikan tentang ilmu kepramuwisataan kepada calon-calon pramuwisata Indonesia
  3. Mengadakan pelatihan penyegaran (Upgrading) kepada anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia
  4. Mengembangkan sistim Pendidikan dan Pelatihan Pramuwisata Indonesia
  5. Mengembangkan dan membina SDM Pramusiata Indonesia melalui pelatihan-pelatihan secara berkesinambungan
  6. mengembangkan data Base SDM Pramuwisata Indonesia dalam rangka penyusunan materi kurikulum Pramuwisata sesuai dengan perkembangan jaman


BAB III

KEANGGOTAAN LDPPI

Pasal 8

Keanggotaan

Keanggotaan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pramuwisata Indonesia terdiri dari;

  1. Anggota Biasa terdiri-dari : Pengurus DPP HPI & Para ketua DPD HPI se-Indonesia secara ex-officio
  2. Anggota Kehormatan


BAB IV

HAK, KEWAJIBAN DAN HILANGNYA KEANGGOTAAN

Pasal 9

  1. Anggota Biasa mempunyai hak bicara, hak suara, hak memilih dan dipilih sebagai Pengurus Harian
  2. Anggota Kehormatan mempunyai hak bicara
  3. Anggota wajib mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta semua keputusan Rapat LDPPI

Pasal 10

  1. Anggota Biasa dan Anggota Kehormatan hilang keanggotaanya jika;
    • Mengundurkan diri
    • Melanggar AD/ART LDPPI
    • Melakukan Perbuatan yang dapat merugikan LDPPI


BAB V

STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 11

Struktur dan perangkat

  1. Struktur dan Perangkat LDPPI terdiri-dari:
    1. Dewan Pendiri
    2. Pengurus Harian

Pasal 12

Dewan Pendiri

Dewan Pendiri adalah Pengurus Struktural DPP HPI & Ketua DPD HPI se-Indonesia yang disahkan dalam Munas IV HPI di Banten


BAB VI

MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT

Pasal 13

Musyawarah dan Rapat-rapat terdiri dari:

  1. Rapat Umum
  2. Rapat Umum Luar Biasa
  3. Rapat –Rapat Biasa

Pasal 14

Rapat Umum

  1. Rapat Umum merupakan ajang tertinggi dalam mengambil keputusan di LDPPI
  2. Menyusun Program Kerja Dalam rangka pelaksanaan Program Umum LDPPI
  3. Menilai pertanggungjawaban Dewan Pengurus Harian
  4. Memilih Dewan Pengurus Harian;
  5. Memilih dan menetapkan ketua Dewan Pengurus Harian;
  6. Mencabut keputusan-keputusan yang tidak berlaku dan menetapkan keputusan-keputusan baru;
  7. Rapat Umum dilaksanakan oleh Dewan Pendiri setiap 4 (empat) tahun sekali.

2. Rapat Umum Luar Biasa

  1. Mempunyai wewenang atau kekuasaan yang sama dengan Rapat Umum;
  2. Diadakan apabila kelangsungan hidup dan keutuhan LDPPI dalam keadaan terancam;
  3. Diadakan oleh Dewan Pendiri atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota .

3.Rapat- Rapat Biasa

Dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.


BAB VII

LAMBANG

Pasal 15

Lambang

Lambang Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Pramuwisata Indonesia ditetapkan dalam Anggaran rumah Tangga


BAB VIII

TUGAS, FUNGSI, LINGKUP WEWENANG DAN SIFAT

Pasal 16

Tugas

  1. LDPPI mempunyai tugas untuk:
    1. Mendidik, melatih Calon-calon Pramuwisata Indonesia berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Pramuwisata
    2. melaksanakan uji Sertifikat Kursus Pramuwisata (SKP)
    3. menerbitkan sertifikat Kursus Pramuwisata
    4. melakukan kerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi untuk penerbitan sertifikat kompetensi Pramuwisata
    5. Melakukan pendidikan dan pelatihan untuk trainer dan assessor Pramuwisata Indonesia

2. Dalam rangka pelaksanaan tugas LDPPI sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat:

    1. Melakukan sosialisasi penerapan standar nasional, regional, dan internasional
    2. Mendorong SDM Pramuwisata untuk mampu bersaing dipasar nasional, regional, maupun internasional

Pasal 17

Fungsi

LDPPI berfungsi:

  1. Perumus rancangan SKKNI Pramuwisata
  2. Pengembang SKKNI Pramuwisata
  3. Penentu materi uji Sertifikat Kursus Pramuwisata
  4. Penyelenggara uji Sertifikat Kursus Pramuwisata
  5. Penerbit Sertifikat Kursus Pramuwisata (SKP)
  6. Pengembang jejaring kerja baik didalam maupun di luar negeri
  7. Pengembang sistim informasi SKKNI Pramuwisata
  8. Wadah pembinaan pelaksanaan upgrading Pramuwisata
  9. Mitra pemerintah dalam pembinaan SDM Pramuwisata;

Pasal 18

Lingkup Wewenang

Lingkup Wewenang LDPPI adalah:

  1. Menyusun dan mengembangkan SKKNI Pramuwisata
  2. Menerapkan materi uji Sertifikat Kursus pramuwisata
  3. Menyelenggarakan uji Sertifkat Kursus Pramuwisata
  4. Menerbitkan sertifikat Kursus Pramuwisata
  5. Mengembangkan jejaring kerja didalam dan luar negeri
  6. Mengembangkan sistim informasi SKKNI Pramuwisata

Pasal 19

Sifat

LDPPI bersifat nasional, independen, mandiri dan terbuka yang dalam kegiatannya bersifat nirlaba.

Pasal 20

Dewan Pendiri

Dewan Pendiri bertugas:

    1. Memberikan arahan strategi LDPPI
    2. Memberikan dukungan pendanaan dan fasilitas kepada LDPPI

Pasal 21

Pengurus Harian

  1. Pengurus Harian diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pendiri melalui Konvensi Rapat Umum
  2. Pengurus Harian bertanggungjawab atas kelangsungan LDPPI kepada Dewan Pendiri
  3. Masa Bakti Pengurus Harian selama 4 (empat) tahun
  4. Masa Jabatan Pengurus Harian 2 (dua) kali periode berturut-turut

Pasal 22

Pengurus Harian

• Melaksanakan Program Kerja LDPPI

• Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja

• Mengangkat dan memberhentikan Staff LDPPI, ditembuskan kepada Dewan Pendiri.


BAB IX

KEUANGAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 23

Bentuk Keuangan dan Perbendaharaan

  1. Keuangan dan perbendaharaan terdiri dari uang tunai, saldo bank dan surat berharga lainnya
  2. Barang bergerak maupun tidak bergerak yang terdaftar dan tercatat sebagai milik LDPPI
  3. Hutang, Piutang
  4. Pendapatan lain-lain yang sah

Pasal 24

Sumber Keuangan dan Perbendaharaan

  1. Dana Kontribusi dari Dewan Pendiri
  2. Dana partisipasif yang dipungut berdasarkan kegiatan
  3. Sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat dan syah
  4. bantuan dari Pemerintah
  5. Usaha-usaha lainnya

Pasal 25

Pengelolaan dan Harta Berharga

  1. Dewan Pendiri memberikan persetujuan dan melakukan pengawasan secara berkala atas penggunaan keuangan yang dilakukan oleh Pengurus harian
  2. Pengurus Harian bertanggungjawab atas penerimaan dan penggunaan keuangan
  3. Pada setiap akhir tahun akan dilakukan audit, baik dari pihak internal lembaga maupun menggunakan jasa akuntan publik

Pasal 26

Perubahan AD/ART

Perubahan dan Penyempurnaan AD/ART LDPPI hanya dapat dilakukan melalui Rapat Umum

Pasal 27

Pembubaran LDPPI

  1. LDPPI hanya dapat di bubarkan melalui Rapat Umum Luar Biasa Dewan Pendiri dan Pengurus Harian yang dislenggarakan khusus untuk itu
  2. Hal-hal yang menyangkut pembubaran akan diatur kemudian dalam Anggaran Rumah Tangga


BAB X

PENUTUP

Pasal 28

Anggaran Rumah Tangga

Hal-hal yang belum atau tidak diatur dalam Anggaran Dasar ini, diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan tidak boleh bertentangan dangan Anggaran Dasar. Anggaran Dasar ini untuk pertama kali disahkan dalam Rapat Pleno Pendirian Lembaga Pendidikan dan pelatihan LDPPI tanggal 28-30 Maret 2007 , dalam Rapat Kerja Nasional VIII Himpunan Pramuwisata Indonesia, di Hotel Gran Central, Manado, Sulawesi Utara.

Thursday, November 20, 2008

TOURISM IN INDONESIA


Jimbaran Beach, Bali.

Tourism in Indonesia is an important component of the Indonesian economy and an important source of foreign exchange revenues. With a vast archipelago of more than 17,000 islands,[1] the second longest shoreline in the world,[2] 300 different ethnic groups and 250 distinct languages,[3] and tropical climate throughout the year, nature and culture are two major components of Indonesian tourism.

Tourism in Indonesia is currently overseen by the Ministry of Culture and Tourism. International tourist campaigns have been focusing largely on tropical destination with white sand beaches and blue sky imagery. Beach resorts and hotels were developed in some Indonesia islands, with Bali island as the primary destination. Cultural tourism is also an important part of Indonesia tourism industry. Toraja, Prambanan and Borobudur temples, Yogyakarta and Minangkabau are popular destinations for cultural tourism, apart from many Hindu festivities in Bali. About 5 million foreign tourists have visited Indonesia annually since 2000.[4]

However, tourism development had sometimes clashed with local people, that has created criticism over Indonesia's tourism industry. Most of the disputes were related over land possession, local traditions (adat) and the impact of tourism development to the local people. In another area, tourism industry in Indonesia faces major threats. Since 2002, several warnings have been issued by some countries over terrorist threats and ethnic/religious conflicts in some areas, which significantly reduces the number of foreign visitors.


Historical context

During the colonial era, tourism was regulated carefully by the government administration of the Dutch East Indies, with international tourists encouraged to travel in groups, and to visit the more significant 'landmark' destinations of Java, Bali and Sumatra. Much of the international tourism of the 1920s and 1930s was by international visitors on oceanic cruises. The 1930s did see a modest but significant influx of mainly European tourists and longer term stayers to Bali. Many came for the blossoming arts scene in the Ubud area, which was as much a two-way exchange between the Balinese and outsiders as it was an internal phenomenon.[6]

The Rhino was the mascot of Visit Indonesia year, 1992

Tourism more or less disappeared during World War II, and in the early years of the Sukarno era. National pride and identity in the late 1950s and early 1960s was incorporated in the monumentalism of Sukarno in Jakarta - and this included the development of international standard hotels. The political and economic instability of the mid-1960s saw tourism decline radically again. Bali, and in particular the small village of Kuta, was however, in the 1960s, an important stop over on the overland hippy trail between Australia and Europe, and a "secret" untouched surf spot.[7] In the early to mid 1970s high standard hotels and tourist facilities began to appear in Jakarta and Bali, and from this period to the end of the Suharto era, governmental manipulation of the tourism industry included an array of policies and developments to encourage increasing numbers of international tourists to both visit Indonesia and stay longer.

Sometimes tourism development clashed with local people, particularly in Bali. In 1994, an open demonstration against the new Tanah Lot development project were held and simply halted by military intervention. In 1997, mounting anger of local people reached boiling point over a strip of a beach in front of the Bali Beach Hotel.[8]

There were a number of years that were declared 'Visit Indonesia Year' - with different themes. In a number of cases, where international events interfered, some years in the "Visit Indonesia" decade were considerable disasters. Considerable cynicism on the part of some poor local communities in Java led to the appearance of graffiti on water tanks and abandoned buildings proclaiming "obyek wisata", in reference to local government authorities enthusiasm to attract interest to locations with very limited interest to international tourists who tended to tread the well-worn path between the larger, and in some cases, over-promoted "tourism objects" as they were called. With the advent of the internet and the enthusiasm for promotional websites, tourism in the twenty first century has seen the style of street vendors in busy tourist locations of the past extend to website creators - cluttered, chaotic and of varying quality. Somehow Visit Indonesia Year 2008 is planned, and on works[9].


Tourists attractions

Nature tourism

The beach at Gili Meno with Lombok in the distant background

Indonesia has well-preserved natural ecosystem such as rainforests that stretch over about 57% of Indonesia's land (225 million acres) and about 2% of them are mangrove.[10][11] One reason why the natural ecosystem in Indonesia is still well-preserved is because only 6,000 islands out of 17,000 are permanently inhabited.[12] Forests on Sumatra and Java are examples of popular tourists destinations. Moreover, Indonesia has one of longest coastlines in the world, measuring 54,716 km,[13] with a number of beaches and island resorts, such as those in southern Bali, Lombok [1], Bintan and Nias Island.[14] However, most of the well-preserved beaches are those in more isolated and less developed areas such as Karimunjawa, the Togian Islands, and the Banda Islands.

Dive sites

With more than 17,000 islands, Indonesia presents ample diving opportunities. Bunaken at the northern tip of Sulawesi, claims to have seven times more genera of coral than Hawaii, and has more than 70% of all the known fish species of the Indo-Western Pacific.[15] Moreover, there are over 3,500 species living in Indonesian waters, including sharks, dolphins, manta rays, turtles, morays, cuttlefish, octopus and scorpionfish, compared to 1,500 on the Great Barrier Reef and 600 in the Red Sea.[16] Tulamben Bay in Bali boasts the wreck of a 120 meter (400 ft) US Army commissioned transport vessel, the USAT Liberty Glo.[17] Beside Bunaken and Bali, Lombok, with three Gilis (Gili Air, Gili Meno and Gili Trawangan), Thousand Islands and Bangka are some of the most popular diving sites in Indonesia.

Surf breaks

Surfing is also a popular water activities in Indonesia and the sites are recognised as world class sites.[18] The well-known spots are mostly located on the southern, Indian Ocean side of Indonesia, for example, large oceanic surf breaks on southern Java. However, the north coast does not receive the same surf from the Java Sea. Surf breaks can be found all the way along Sumatra, down to Nusa Tenggara, including Aceh, Bali, Banten, Java, Lombok, Mentawai Islands, and Sumbawa. On Bali, there are about 33 surf spots, from West Bali to East Bali. Sumatra is the second island with the most number of surf spots, with 18 spots. The common time for surfing is around May to September with the trade winds blowing from east to south-east. From October to April, winds tend to come from the west to north-west, so east coast breaks get the offshore winds.

Two well-known surf breaks in Indonesia are the G-Land in the Bay of Grajagan, East Java and Lagundri Bay at the southern end of Nias island. G-Land was first identified in 1972 when a surfer saw the break from the window of a plane. Since 6 to 8 foot (Hawaiian scale) waves were discovered by surfers at Lagundri Bay in 1975 the island has become famous for surfing worldwide.

National parks

Lesser bird of paradise

Komodo Dragon

The biggest national park in Indonesia is the 9,500 square kilometre Gunung Leuser National Park in the north of Sumatra island.[19] Together with Kerinci Seblat National Park and Bukit Barisan Selatan National Park, the total 25,000 square kilometres of national parks in Sumatra, named Tropical Rainforest Heritage of Sumatra, has been added to the UNESCO World Heritage list. Other national parks on the list are Lorentz National Park in Papua, Komodo National Park in the Lesser Sunda Islands and Ujung Kulon National Park in the west of Java.

To be noticed, different national parks offer different biodiversity, as natural habitat in Indonesia is divided into two areas by the Wallace line. The Wallacea biogeographical distinction means the western part of Indonesia (Sumatra, Java, Kalimantan) have the same flora and fauna characteristics as the Asian continent, whilst the remaining eastern part of Indonesia has similarity with the Australian continent [2].

Many native species such as Sumatran elephants, Sumatran tigers, Sumatran rhinoceros, Javan rhinoceros and Orangutans are listed as endangered or critically endangered, and the remaining populations are found in national parks and other conservation areas. Orangutans can be visited in the Bukit Lawang conservation area. The world’s largest flower, rafflesia arnoldi, and the tallest flower, titan arum, can be found in Sumatra.

The east side of the Wallacea line offers the most remarkable, rarest, and exotic animals on earth.[20] Birds of Paradise, locally known as cenderawaish, are plumed birds that can be found among other fauna in Papua New Guinea. The largest bird in Papua is the flightless cassowary. One species of lizard, the Komodo Dragon can easily be found on Komodo, located in the Nusa Tenggara lesser islands region. Besides Komodo island, this endangered

Volcanoes

Mount Bromo

Hiking and camping in the mountains are popular adventure activities. Some mountains contain ridge rivers, offering rafting activity. Though volcanic mountains can be dangerous, they have become major tourist destinations. Popular active volcanoes are the 2,329 m high Mount Bromo in the East Java province with its little desert, the upturned boat shaped Tangkuban Perahu on the outskirts of Bandung, the most active volcano in Java, Mount Merapi and the legendary Krakatau with its new caldera known as anak krakatau (the child of Krakatau). Puncak Jaya in the Lorentz National Park, the highest mountain in Indonesia and the only mountain with ice caps, offers the opportunity of rock climbing. In Sumatra, there are the remains of a supervolcano eruption that have created the landscape of Lake Toba close to Medan in North Sumatra.

Cultural tourism

Borobudur temple in Central Java

Indonesia consists of at least 300 ethnic groups, spread over a 1.8 million km² area of 6,000 inhabited islands.[1] This creates a cultural diversity, further compounded by Hindu, Buddhist, Islamic and European colonialist influences.

From the 3rd century until the 13th century, Hinduism and Buddhism shaped the culture of Indonesia. The best-preserved Buddhist shrine, which was built during the Sailendra dynasty in the 8th century, is Borobudur temple in Central Java. A few kilometers to the southeast is the Prambanan complex, a Hindu temple built during the second Mataram dynasty [3]. Both the Borobudur and the Prambanan temple compounds have been listed in the UNESCO World Heritage list since 1991. In Bali, where most Hindus live, cultural festivals are major attractions to foreign tourists.

Islam has also contributed greatly to the cultural society in Indonesia. As of 2006, about 88% of Indonesians are Muslim.[22] Islamic culture is prominent in Sumatra, and a few of the remaining sultanate palaces can be seen in Medan and Pekanbaru.

Despite foreign influences, a diverse array of indigenous traditional cultures is still evident in Indonesia. The indigenous ethnic group of Toraja in South Sulawesi, which still has strong animistic beliefs, offers a unique cultural tradition, especially during funeral rituals. The Minangkabau ethic group retain a unique matrilineal culture, despite being devoted Muslims. Other indigenous ethnic groups include the Asmat and Dani in Papua, Dayak in Kalimantan and Mentawai in Sumatra, where traditional rituals are still observed.

A discussion of cultural tourism is not complete without a mention of Yogyakarta, a special province in Indonesia known as centre of classical Javanese fine art and culture.[23] The rise and fall of Buddhist, Hindu, and Islamic kingdoms in Central Java has transformed Yogyakarta into a melting pot of Indonesian culture.

Metropolitan tourism

Jakarta in the morning

Metropolitan tourism activities are shopping, sightseeing in big cities and enjoying modern amusement parks. The nation's capital, Jakarta, offers many places for shopping. Mal Kelapa Gading (the biggest one with 130,000 m²), Plaza Senayan, Senayan City, Grand Indonesia, EX, and Plaza Indonesia are some of the malls in the city. Another popular tourist activity is golfing, a favorite sport among the upper classes Indonesian and also foreigners. Some notable golf courses in Jakarta are Cengkareng Golf Club, located in the airport complex, and Pondok Indah Golf and Country Club. Bali has many shopping centers, for instance, the Kuta shopping center and the Galeria Nusa Dua. Nightlife of Indonesia is also popular among foreigners, especially in the big cities like Jakarta, Bandung, Surabaya, Manado, Denpasar and Medan .[24]


Food in Indonesia

The variety of cultures in Indonesia is reflected in the wide range of foods in the nation. Since the 15th century, many European traders have visited the archipelago to buy different kinds of spices, including pepper and mace. In modern times, many cultures and countries have influenced the cuisine of Indonesia, such as Western culture and Asian culture. Many claim that this diversity has resulted in one of the most distinctive cuisines in the world.[25]

The main principle of almost all Indonesian food is halal.[26] Rice is Indonesia's most important staple food. Most Indonesians eat rice twice a day, at lunch and dinner. The rice is usually served with a side dish, such as chicken, meats and vegetables. Although the meals are generally simple, the plentiful use of various roots, spices, grasses, and leaves adds flavor to most dishes.[25] An Indonesian meal will often be accompanied by various condiments at the table, including sambal and kecap. Other main meals, such as potato, noodles, soybeans and wheat are common. The most common method for preparing food is frying, though grilling, simmering, steaming and stewing are also used.

Indonesian cuisine is also influenced by Western culture. The most obvious example is the presence of fast food companies in Indonesia, such as McDonald's, KFC and Pizza Hut.

To popularise the food of Indonesia, food related events were created, such as a food festival called "Enak-Enak", runs from August 15 to August 31, 2006.[27]


International tourist arrivals

International airports

Each of the larger Indonesian islands, have at least one international airport. The biggest airport in Indonesia, Soekarno-Hatta International Airport, is located in Tangerang Regency, Banten. There are four more international airports on Java, Adisumarmo International Airport in Solo, Central Java, Juanda International Airport in Surabaya, East Java, Achmad Yani International Airport in Semarang, Central Java and Adisucipto International Airport in Yogyakarta. On Kalimantan there is one international airport and there are two on Sumatra. Bali, which is part of the Nusa Tenggara Islands, has the Ngurah Rai International Airport.

Visa regulations

Tourists from Brunei, Chile, Hong Kong, Macau, Malaysia, Morocco, Peru, the Philippines, Singapore, Thailand and Vietnam can enter Indonesia without a visa.[28] Citizens of these countries will be issued on arrival a permit for a 30 day stay upon presentation of a valid passport with at least six months to run. This stay permit cannot be extended or converted to another type of visa.

On February 1, 2004, Indonesia introduced unpopular and tighter tourist visa regulations. Although tourist visas were formerly free and valid for 60 days, visitors from certain countries must now purchase one of two visas on arrival: a $15USD visa valid for 10 days or a $25USD visa valid for 30 days. This was heavily protested by the tourist industry who point out that this cost adds up for families and 30 days is a very limited time to travel in Indonesia with a number of remote and hard to reach locations.[citation needed] The countries now subject to these tighter regulations include Argentina, Australia, Brazil, Canada, Denmark, Finland, France, Germany, Hungary, Italy, Japan, New Zealand, Norway, Poland, South Africa, South Korea, Switzerland, Taiwan, United Arab Emirates, the United Kingdom and the United States.[29][28] On July 14, 2004, the Indonesian tourism ministry granted permission for more countries to be included on the VOA list, including Iran, Saudi Arabia, Kuwait, Belgium, Spain, Portugal, Russia, Egypt, Austria, Ireland, Qatar and Luxembourg.[29] The visa on arrival cannot be extended or converted into any other kind of visa. The visa holder also has to leave the country on the 30th day of the stay.

Visit Indonesia Year 2008

The Indonesian Ministry of Culture and Tourism, has declared 2008 as a Visit Indonesia Year[9]. Visit Indonesia Year 2008 has officially launched on 26 December 2007[30]

Visit Indonesia logo

The figure of Visit Indonesia Year 2008 branding took the concept of Garuda Pancasila as the Indonesian way of life, but it was performed by perfectly modern approach. The 5 norms draw by 5 different colored lines and symbolized the Indonesian Unity in Diversity. This logo brand formulated into dynamic figure and colors as the implementation of Indonesian Dynamic which is developing. The types of letters of logo brand is driven from the Indonesian elements which perfectly by modern approach.

The targeted tourists are 7 millions. Visit Indonesia Year 2008 is also commemorating 100 years of Indonesia's national awakening in 1908


Threats to the tourism industry

Travel Warnings
Australia[31] 2006-08-21 All Indonesia Terrorist threats
UK[32] 2006-08-21 All Indonesia Terrorist threats
Maluku,
Central Sulawesi, Aceh
Regional conflicts

The 2002 Bali bombing was a major blow to the tourism industry in Indonesia. A series of travel warnings were issued by a number of countries. Subsequently, the rate of tourism in Bali decreased by 31%.[33] Subsequently, a bombing continued occurred each year—the 2003 Marriott Hotel bombing, the 2004 Australian Embassy bombing in Jakarta, and a second bombing in Bali—which worsened the situation for the tourism industry. As of May 2008, no major terrorist attack has occurred since 2005 and the United States Government lifted its warning against travel to Indonesia.[34] In 2006, 227,000 Australians visited Indonesia and in 2007 this rose to 314,000.[34]

An outbreak of bird flu throughout the country has affected the numbers of foreign visitors. As of 2006, the outbreak had killed at least 46 people since 2005, making Indonesia the country with the highest death-toll from the recent epidemic.[35] However, since the disease has not yet been proven to mutate into a form that can transfer from human to human, the U.S. embassy, for example, has not yet issued a travel warning regarding the outbreak.[36]

Another major threat to the tourism industry are sectarian and separatist conflicts in Indonesia. Papua is still affected by Papuan separatism, while Maluku and Central Sulawesi have suffered in recent years from serious sectarian conflicts. Conversely, decades of separatism-related violence in Aceh ended in 2005 with the signing of a peace agreement between the Indonesia Government and the Free Aceh Movement.[37]

Recently in 2008, US government had lifted their travel warning on Indonesia.[38]


Guide books

Guide books and travel accounts with details of the country and people have had a long history - some books from the 1800s and early 1900s being classics with description of places that were perceived as things to see. Both private authors and government publications (such as the 1920s Come to Java books produced in Batavia by the government tourist bureau of the time) have been made each decade through to present. There were restrictions to tourism in the second world war and the mid to late 1960s - other than those two periods - travel accounts and guide books have been produced regularly. James Rush's and Adrian Vickers' texts mentioned below are excellent introductions to the range of writing that has been created.

The most popular Guide book on Indonesia in English in the 1980s was Bill Dalton's Indonesia Handbook, while from the 1990s and since Lonely Planet's edition Indonesia (Guidebook) has gone to its eighth edition in 2007. Many other guide books have also been produced - in English and other languages.

Additionally, from time-to-time major international newspapers such as the NY Times [4] write extensive articles on Indonesian tourism.