Monday, January 19, 2009

SAVE Toba Lake! --- Selamatkan Danau Toba!

Selamatkan Kawasan Danau Toba

In Pencinta Lingkungan on July 26, 2008 at 3:43 am

Kalangan akademisi dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara membuat kesepakatan bersama menyelamatkan kawasan Danau Toba dengan menghidupkan kembali kearifan lokal. Kearifan lokal itu dinilai sudah pudar hingga membuat sebagian hutan di kawasan tersebut rusak.

”Jika dahulu ada istilah rimba larangan, kini sudah tidak ada lagi. Karena itu, sebagian hutan di kawasan Danau Toba sudah rusak,” tutur Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bappedalda) Sumut Syamsul Arifin, Jumat (25/7), seusai pertemuan dengan akademisi.

Syamsul mengatakan, kerusakan itu di antaranya disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Kondisi itu jauh berbeda dengan puluhan tahun silam di mana kawasan Danau Toba masih terjaga hutannya. Dia menilai, sudah saatnya untuk menata kembali kawasan yang menjadi maskot budaya sekaligus maskot wisata Sumut tersebut.

Salah satu upaya yang sedang dia lakukan adalah merevisi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1990 tentang Kawasan Danau Toba.

Perda tersebut, tuturnya, sudah tidak relevan lagi untuk menjaga kawasan agar tetap lestari. Penataan kawasan Danau Toba, katanya, melibatkan lintas instansi, antara lain Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Investasi dan Promosi, sertaBappedalda.

Persoalan yang kini muncul di kawasan Danau Toba di antaranya menjamurnya keramba ikan, eceng gondok, dan rumput liar di danau. Persoalan itu menjadi sorotan pemerintah setempat, terutama mereka yang ingin mengembangkan daerahnya sebagai tujuan wisata.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir Melani Butarbutar mengatakan, pakan ikan (pelet) keramba di danau sangat mengganggu kualitas air. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Samosir memindah keramba ikan ke tempat yang jauh dari permukiman dan daerah tujuan wisata. Sayangnya, berdasarkan pantauan Kompas, penertiban itu belum menyentuh keramba milik perusahaan besar.

Latest from Danau Toba (Toba Lake) in North Sumatra

Danau Toba Mulai Bersolek
Suara Pembaruan, 3 Agustus 2008

Semilir angin berembus dari balik pepohonan. Ombak kecil terlihat berkejaran. Ketika itu, mentari baru saja muncul dari balik pegunungan. Danau Toba seakan tersenyum. Seperti perawan habis berdandan. Memperlihatkan keindahan panorama alam sekitarnya.

Danau Toba seperti lautan. Tempat wisata di Sumatera Utara itu memberikan kenyamanan, ketenangan, dan membawa kedamaian. Berada di tempat itu, hilang kepenatan. Tidak mengherankan lokasi wisata itu sempat menjadi primadona, didatangi banyak orang, baik wisatawan lokal maupun dari mancanegara.

Gunung Toba cikal bakal Danau Toba disebut-sebut sebagai supervolcano yaitu gunung aktif dalam kategori sangat besar, meletus terakhir sekitar 74.000 tahun
lalu. Namun Gunung Toba yang kini telah berubah menjadi Danau Toba yang sebenarnya adalah kaldera dengan Pulau Samosir di tengahnya. Danau Toba, Sumatera Utara, menjadi bekas kaldera terbesar di dunia.

Pada tahun 1939, seorang geolog Belanda Van Bemmelen melaporkan, Danau Toba yang panjangnya 100 kilometer dan lebarnya 30 kilometer dikelilingi oleh batu apung peninggalan dari letusan gunung. Belakangan, beberapa peneliti lain menemukan debu rhyolit yang seusia dengan batuan Toba di Malaysia, bahkan juga sejauh 3.000 kilometer ke utara hingga India Tengah. Beberapa ahli kelautan pun melaporkan telah menemukan jejak-jejak batuan Toba di Samudra Hindia dan Teluk Bengal.

Letak Gunung Toba yang kini Danau Toba masih dianggap rawan bencana. Hal itu terkait posisi Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Aurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sebelumnya Gunung Toba pernah meletus sebanyak tiga kali. Letusan pertama terjadi sekitar 840 juta tahun lalu yang menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, yakni daerah Prapat dan Porsea.

Letusan kedua Gunung Toba berkekuatan lebih kecil, terjadi 500 juta tahun lalu.
Letusan itu membentuk kaldera di utara Danau Toba, yakni daerah antara Silalahi dengan Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dahsyat. Sementara letusan ketiga terjadi 74.000 tahun lalu yang membentuk Danau Toba sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya. Dengan luas 100 kilometer (km) kali 30 km itu dan Pulau Samosir di tengahnya, Danau Toba bak lautan saja. Lokasi itu berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara (Taput), Dairi, Tanah Karo, selain Samosir dan Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Kedalaman air danau diperkirakan lebih dari
150 meter.

Tempat wisata itu hanya dikenal dengan nama Parapat. Masuk wilayah Kabupaten Simalungun, Parapat berjarak sekitar 165 km dari Kota Medan. Tidak terlalu sulit mencapainya. Dari Medan, wisa- tawan dapat menaiki bus maupun mikrolet jurusan Kota Tarutung, Kabupaten Taput, dengan ongkos Rp 25.000. Hanya saja, diperlukan waktu tempuh sampai empat jam. Lumayan melelahkan. Tetapi jalan menuju tempat itu lumayan bagus. Kelokan-kelokan mulai ditemui di kawasan Pematang Siantar.

Ada alternatif lain jika ingin lebih cepat tiba di sana, yakni menumpang pesawat dari Bandara Polonia menuju Bandara Silangit di kawasan Kabupaten Taput. Lama perjalanan sekitar 30 menit. Dari Silangit menuju Parapat, memakan waktu perjalanan setengah jam dengan mengendarai mobil. Ke depan, pemerintah berencana membangun jalan tol dari Medan ke Tebing Tinggi, untuk mempercepat waktu perjalanan menuju Danau Toba di Parapat.

Danau Toba pernah menjadi kebanggaan. Selain menambah devisa negara, masyarakat sekitar juga merasakan manfaatnya. Banyak di antaranya yang dapat menikmati hasil sebagai pemandu wisata dan berwirausaha. Ciri Khas Danau Toba sangat jauh berbeda dengan danau lain di Asia. Sesuai penelitian, danau ini terbentuk akibat letusan gunung berapi supervulkanik sekitar 80.000 tahun lalu. Bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km kubik, di antaranya 2.000 km kubik abu vulkanik.

Letusan itu konon menelan korban tewas ribuan jiwa. Abu vulkanik tertiup angin selama dua minggu sampai ke barat. Setelah letusan, terbentuk kaldera yang terisi air, kemudian menjadi sebuah danau. Pulau Samosir mun- cul akibat tekanan ke atas oleh magma. Pulau itu juga menjadi tempat wisata, banyak menyimpan peninggalan bersejarah.

Danau itu mempunyai ciri khas. Di danau itu berkembang ikan poroporo, nila, dan mujair. Ikan poroporo paling banyak dibeli wisatawan sebagai oleh-oleh. Tentunya, ikan hasil tangkapan nelayan tersebut sudah dijemur terlebih dulu. Harganya Rp5.000, untuk ukuran satu bungkus plastik kecil. Untuk ukuran bungkus plastik besar, harganya Rp10.000. Jika tidak ingin repot-repot membawanya sebagai oleh-oleh namun hanya ingin mencicipi, tak perlu khawatir. Rumah makan-rumah makan di Parapat umumnya menyediakan hidangan dari ikan itu. Tidak asin seperti layaknya ikan asin, dan ikan ini renyah saat dikonsumsi. Ikan nila yang sudah dijemur lebih mahal harganya daripada ikan poroporo. Per ekornya Rp10.000 sampai Rp15.000.

Sebelum masa reformasi, ratusan wisatawan mancanegara berkunjung ke Danau Toba setiap hari. Tempat itu ramai seperti Pulau Bali. Namun, kunjungan wisatawan menurun setelah terjadi reformasi. Apalagi setelah muncul Travel Warning pemerintah asing yang melarang warganya berkunjung ke Indonesia. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, kagum saat melihat keindahan danau mahaluas itu. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengakui keindahan alam Danau Toba. Apalagi melihat kultur masyarakat Toba, yang memiliki kekayaan budaya dari beberapa suku. Bila tetap dipelihara dan dilestarikan, danau itu dipastikan bisa bangkit kembali menjadi objek wisata unggulan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Harus dikembangkan. Adat budaya berbagai marga ini akan semakin menarik perhatian wisatawan asing, sebab tidak ada dalam sejarah dunia. Potensi musik Batak yang sudah eksis di beberapa negara juga akan menarik perhatian wisatawan asing. Yang perlu ditingkatkan adalah keramahtamahan dan kesadaran wisata dalam jangka panjang. Sebab, keberhasilan pengelolaan wisata terlihat bila berulang kali dikunjungi wisatawan," ujar Jero Wacik saat berbincang dengan SP di Parapat, baru-baru ini.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Simalungun, Boundeth Damanik menyampaikan, kunjungan wisatawan asing ke Danau Toba mencapai 40.000 orang pada 2007. Angka itu belum termasuk wisatawan lokal. Memasuki tahun 2008, terhitung sejak awal Januari sampai dengan Juni, tercatat sekitar 10.000 orang berkunjung ke Danau Toba. "Kami yakin, jumlah wisatawan asing yang datang ke Danau Toba semakin bertambah besar pada tahun ini. Target yang dicapai bertambah 20 persen dari jumlah wisatawan yang datang pada tahun lalu. Kalau kunjungan domestik luar biasa, terutama pengunjung yang bermalam pada Sabtu sampai Minggu", Beliau menjelaskan.

Menginap. Tidak sulit menemukan hotel untuk menginap jika berkunjung ke Parapat. Pengunjung dapat menginap di Hotel Niagara, Parapat View Hotel, Hotel Wisata Bahari, Hotel Sapadia Conteque, Asari Hotel. Untuk kamar kelas standar, harga kamar berkisar Rp350.000 - Rp400.000 semalam, dan kelas suites lebih dari Rp 1juta. Jika dirasa terlalu mahal, banyak juga hotel kecil di seputar Danau Toba
yang tarifnya terjangkau, berkisar Rp100.000 - Rp200.000 per malam.

Urusan makan juga tidak merepotkan. Tinggal pilih rumah makan yang menyajikan masakan khas Batak, masakan Padang, Chinese food, maupun jenis menu lain. Gerai suvenir mudah ditemukan. Harga cendera mata bergantung pada jenis barang. Tas, misalnya, harganya Rp30.000 - Rp100.000, kalung Rp5.000 sampai Rp10.000, kaus mulai Rp15.000 sampai Rp30.000, sandal Rp15.000, syal atau selendang Rp10.000 sampai Rp15.000, baju anak-anak Rp15.000, topiRp3.000. Gantungan kunci bisa diperoleh mulai dari harga Rp 3.000.

"Sejak krisis moneter dan adanya travel warning pemerintah asing, kinjungan
wisatawan menurun drastis. Usaha yang digeluti masyarakat di daerah wisata ini
pun sudah ada yang ditutup. Danau Toba sepi pengunjung di hari biasa, dan baru
ramai di akhir pekan," ujar Bernard Sitorus (48), penjual suvenir. Sampai kini, banyak orang menikmati hasil dari keindahan alam danau tersebut. Hal itu dapat mereka nikmati karena ada aturan untuk menjaga keindahannya, seperti jangan membuang sampah, membuang kotoran, dan bahkan jangan ngomong kotor. Warga diminta tetap menjaga kebersihan dan kelestarian Danau Toba. Sayang lambat laun, aturan tersebut mulai ditinggalkan. Semua itu terjadi karena ada saja pihak yang berbuat semaunya. Kondisi Danau Toba yang dulunya indah, sehingga banyak didatangi wisatawan mancanegara, sempat tercemar lingkungannya.

Sampah berserak di sana-sini. Rumput dibiarkan tumbuh di mana-mana. Seperti
tidak ada lagi orang yang memedulikannya. Lokasi wisata itu dibersihkan hanya setiap kali ada acara tertentu, seperti kunjungan kepala negara atau pertemuan antarpejabat negara. Setelah itu, enceng gondok, keramba jala apung, maupun limbah rumah tangga, dan limbah perusahaan, dibiarkan mencemari danau begitu saja.

"Hal itu sering terjadi. Pemerintah setempat sepertinya kurang serius memberikan perhatian. Wajar saja turis jera berkunjung kembali ke daerah ini," ujar Agustinus, pemerhati Danau Toba. Belum lagi pedagang yang berulah menetapkan harga semaunya. Belum lagi pelayanan karyawan hotel yang kurang memuaskan. Nah, mungkinkan keindahan Danau Toba dapat dikembalikan seperti pada masa jayanya?

[SP/Arnold H. Sianturi]

Saturday, January 3, 2009

Perkembangan Kepariwisataan di Kota Bogor, Jawa Barat.

Bogornews--- Promosi dan Pemasaran Kepariwisataan tentang objek-objek wisata di Kota Bogor tak hanya gencar dilakukan oleh brosur, City Map dan Pusat Informasi Kepariwisataan di Taman Topi saat ini. Kegiatan Kepariwisataan dalam bentuk seperti yang kita kenal dewasa ini, sudah dikenal di Indonesia sejak zaman Kolonial Belanda yaitu semasa Hindia Belanda. Walaupun yang dapat menikmatinya, baru terbatas pada orang-orang Belanda, Indo-Belanda, dan beberapa orang asing lainnya.

Denys Lombard, seorang MahaGuru dan doktor sejarah, khususnya tentang sejarah Indonesia menulis bahwa buku panduan pariwisata tertua yang pernah Ia temukan bertiti mangsa sekitar tahun 1786, artinya telah berusia 222 tahun lalu. Buku tersebut ditulis oleh seorang yang bernama Hofhout dan diperuntukkan bagi para pegawai VOC yang baru tiba di Batavia. Buku itu memuat topografi yang cermat dan menarik mengenai kota dan sekitarnya, menganjurkan tamasya ke Cipanas “Kota Air” dan kota peristirahatan yang terletak sekitar 80 KM ke Selatan, berisi peringatan agar berhati-hati terhadap penyakit tropis, dan menggambarkan secara rinci perdagangan gelap yang sangat dilarang namun tampaknya setiap orang dapat memanfaatkannya. Karya itu juga memuat sebuah daftar tata bahasa Melayu yang berguna untuk percakapan sederhana.

Selain menerima imigran dalam arti yang sebenarnya, Pulau Jawa segera pula menerima pelancong biasa yang datang berkunjung, dan dikemudian hari disebut sebagai wisatawan. Sejak 1836 Pemerintah Kolonial mengawasi masuk keluarnya semua orang asing dan mengeluarkan sebuah pas khusus bagi semua pengunjung yang datang tanpa niat untuk menetap, Comte de Beau Voir, seorang bangsawan muda Perancis yang manemani salah seorang putra Louis Philippe dipengasingan, singgah di Jawa pada tahun 1866 dan menulis sebuah cerita yang ditakdirkan mendapat sukses besar :mendapat penghargaan dari Academie Francaise dan dicetak ulang sebanyak sepuluh kali. Pena de Beauvoir yang lincah dan simpatik pasti besar peranannya dalam membuat Kepulauan Sunda dikenal di Prancis dan sedikit demi sedikit Citra Nusantara pun tersebar luaskan sebagai surga dunia yang sesungguhnya.

Di samping pemandangan alam dan cuaca, Jawa juga mempunyai modal lain yang berharga: pesona reruntuhan bangunan kuno yang menarik perhatian orang Eropa. Pada tahun 1753 J. Coyett, seorang pegawai VOC asal Skandinavia telah membawa pulang koleksi patung dari Jawa Tengah yang di pajangnya di rumahnya di Batavia. Pada awal abad ke 19, Raffles telah memanfaatkan masa tinggalnya di pulau itu untuk meneliti sejarah kuno dan menerbitkan gambar-gambar beberapa peninggalan purbakala dan karyanya The History Of Java (1817). Sejak tahun 1837 hingga 1841, H. N. Sieburgh telah menelusuri seluruh Jawa Tengah dan Timur untuk mengokalisasi dan melukis semua situs yang penting. Pada masa itu, artinya hampir 170 tahun yang lalu, berdamawisata ke Borobudur dan Prambanan sudah menjadi kebiasaan dan mereka yang lebih kuat, bahkan bersusah payah mendaki hingga ke Candi Sukuh, yang area garudanya yang besar menimbulkan hipotensis yang paling tidak masuk akal.

Pemandangan alam yang indah menggugah jiwa romantis, candi-candi terpendam dengan dengan konografi Iudianya memperkuat kepercayaan akan gagasan mempesona bahwa pernah ada Konoli Arya Kuno. Tinggal di perlukan usaha agar jalan menuju berbagai keajaiban seperti itu menjadi terbuka. Ini terlaksana menjelang tahun 1890, ketika kapal-kapal Pesia KPM (Maskapai Kapal laut milik Belanda yang dibangun tahun 1888), mulai beroperasi secara teratur dan jaringan jalan kereta api telah berkembang cukup baik.

Sebelum semua pemerintah colonial yang lain di Asia Tenggara menyadarinya, pemerintah Batavia telah menyadari semua manfaat yang dapat diperoleh dari pariwisata. Reruntuhan Angkor menjadi terkenal baru jauh hari kemudian. Semua hal yang menarik di Pulau Jawa dicatat dengan teliti, ditata dan diperkenalkan dalam paket-paket wisata berupa candi-candi Hindu-Jawa (Borobudur mulai direstorasi Tahun 1911) tetapi juga gunung-gunung api, bahkan kadang-kadang air terjun kecil biasa.

Selain Hotel-hotel yang memberi pelayanan Internasional, Pemerintah juga mendirikan sejumlah besar pasanggrahan, semacam penginapan untuk bermalam dengan nyaman. Sebuah buku panduan pariwisata tahun 1894 menyebutkan tak kurang dari seratusan pasanggrahan di Jawa Barat. Yang mengesankan adalah kedatangan di Eropa pelukis muda Raden Shaleh Syarif Bustaman yang bermukim di Belanda, Prancis dan Jerman dari tahun 1829-1852.

Perjumpaan dengan dunia Nusantara makin banyak terjadi dan makin besar, besaran dalam Pekan Raya Semesta. Ketika diselenggarakanya Pekan Raya tersebut Tahun 1889, Pemerintah Belanda juga mengirim sekelompok penari Jawa dan pada kesempatan itulah Claude Debussy (Musisi klasik dunia asal Prancis) tertarik akan irama gamelan pada Pekan Raya Kolonial Tahun 1931, Kelompok menari menjadi semakin besar jumlahnya dan sehubungan dengan peristiwa itu. TH.B.Van Lelyved menerbitkan sebuah karya yang bagus dalam Bahasa Prancis mengenai La danSe dans Le Teatre Javanais (Tari dalam Teater Jawa).

Pada peralihan abad, mentalitas manusia Barat sudah siap menerima eksotisme,tidak saja di eropa tetapi juga di amerika Serikat, di mana pada tahun 1897 Eliza Ruhamah Skidmore telah menerbitkan sebuah kisah perjalanan dengan judul yang menunjukan warnanya: Jaya The Garden Of The East dengan kulit muka bergambar wajah meyakinkan seorang Eropa yang dari geladak sebuah kapal pesiar sedang memperhatikan orang-orang melayu menyelam demi sekeping uang dan pada awal kata pengantar di temukan pernyataan : Jawa adalah Negri terindah di dunia. Dalam pada itu tahap terakhir yaitu Tahun 1930an, akan dicapai dengan masuknya Bali dalam jaringan Wisata.

Pada Tahun 1910, Gubernur Jendral A.W.F.I denburg (1909-1916) membentuk suatu organisasi yang bernama Vereeniging voor Toeristea Verkeer (VTV). Sebuah badan resmi Pemerintahan Hindia Belanda yang mengatur arus lalu lintas dan kegiatan Kepariwisataan di Hindia Belanda, juga berfungsi sebagai biro perjalanan resmi. Selain menyelenggarakan kegiatan pariwisata yang merupakan salah satu sumber keuangan organisasi tersebut, VTV juga menerbitkan informasi wisata dalam bentuk brosur maupun buku. Pada Tahun 1913 buku-buku Penuntun Wisata Tentang Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, Toraja dan Banten ditulis dalam bahasa Inggris.

Bahan-bahan informasi wisata ternyata tidak hanya diterbitkan oleh VTV saja, tetapi juga pihak-pihak lain. Tahun 1923 misalnya Kantor Informasi Wisata Garoet, menerbitkan Java Tourist Guide. Pada Tahun yang sama terbit sebuah koran Minggon yang berisi rubrik-rubrik antara lain. Jadwal kereta ekspres, ringkasan berita luar negri, berita-berita Garoet petunjuk-petunjuk wisata, hotel-hotel yang direkomendasikan kalimat-kalimat singkat yang berguna, nilai mata uang dan foto-foto.

Selain itu, sebuah organisasi kepariwisataan di Negeri Belanda bernama Vereeniging voor Vreemdelingen Verkeer (VVV), sampai sekarang masih aktif, memberikan informasi-informasi kepada para wisatawan asing mancanegara, menerbitkan sebuah majalah mingguan bergambar bernama Toerisme. Mingguan tersebut pada Tahun 1926 juga mempromosikan Hindia Belanda (Indonesia).

Di Kantor VTV dapat diperoleh bahan-bahan informasi wisata: The Mountain City on Netherland Indie, Bandoeng, Gids voor de Plantentuin in Buitenzong, Map Of Garoet and Environts. Selain di Batavia, VTV juga mempunyai cabang di tempat-tempat lain, khususnya di daerah-daerah yang banyak dikunjungi wisatawan. Masyarakat Belanda juga mendirikan organisasi atau perkumpulan kepariwisataan, misalnya Toerist Assoeiation log Magelang (1926), Bandoeng Vooruit (1926), Toerist Association Og Garoet e Java (1923). Kota Bogor dan Visit Indonesian Year 2008.

Penulis : Rachmat Iskandar
Pengamat Masalah Kebudayaan, Tinggal di Kota Depok